Kapolri Beberkan 6 Fakta Penyidikan Tragedi Kanjuruhan
Kapolri Kamis malam mengumumkan enam orang tersangka dalam tragedi Kanjuruhan
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkap fakta-fakta hasil penyidikan tragedi kemanusian di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim). Dalam peristiwa nahas tersebut, 131 penonton dan suporter sepak bola tewas usai laga pertandingan antara Arema FC, Vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Jenderal Sigit, Kamis (6/10/2022) malam mengumumkan enam orang tersangka dalan tragedi itu. Enam orang itu adalah AHL (Akhmad Hadian Lukita) tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB), operator kompetisi sepak bola nasional milik Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI). Tersangka AH, diketahui sebagai Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, atau biasa disebut panpel. Tersangka SS, diketahui sebagai security officer stadion.
Tiga tersangka lainnya, para personel kepolisian. Mereka antara lain WS yang ditetapkan tersangka selaku Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Malang, BS yang ditetapkan tersangka selaku Kasat Samaptha Polres Malang, serta tersangka H, Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jatim. Jenderal Sigit menegaskan, enam tersangka dijerat sangkaan Pasal 359, dan Pasal 360 KUH Pidana, dan atau Pasal 103 juncto Pasal 52 UU Keolahragaan 11/2022.
“Meningkatkan status terkait dengan dugaan Pasal 359 dan Pasal 360 (KUH Pidana) tentang menyebabkan orang mati atau luka-luka berat karena kealpaan,” begitu kata Kapolri Sigit, di Malang.
Terkait sangkaan lainnya, soal kewajiban penyelenggara pertandingan olahraga mempersiapkan sistem keamanan, dan keselamatan bagi official, dan penonton. Ancaman pidana dalam sangkaan tersebut, satu sampai lima tahun penjara. Berikut adalah fakta-fakta dari hasil penyidikan tragedi di Kanjuruhan yang disampaikan oleh Kapolri;
1. Gas air mata bagian dari penyebab banyaknya yang tewas di Kanjuruhan
Berapa kali tembakan gas air mata yang dilakukan petugas keamanan dari kepolisian ke arah penonton di Kanjuruhan? Kapolri mengatakan lebih dari 10 kali. “Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata,” ujar Sigit.
Para personel itu, tujuh kali melepaskan gas air mata ke arah tribun selatan, satu kali tembakan ke tribun utara. “Dan tiga kali tembakan ke lapangan,” sambung Sigit.
Lalu siapa yang memerintahkan penembakan gas air mata tersebut? Sigit mengungkapkan, tiga atasan 11 personel itu yang memberikan perintah. “Kemudian atasan yang memerintahkan penembakan gas air mata sebanyak tiga personel. AKP H, AKP WS, dan Aiptu BS,” begitu kata Sigit.
2. Petugas keamanan Polri tahu FIFA larang penggunaan gas air mata
Juga terungkap fakta, bahwa para personel Polri dalam pengamanan pertandingan di Kanjuruhan itu tahu, adanya regulasi Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), dan PSSI yang melarang penggunaan gas air mata dalam pengendalian suporter di stadion. “Tersangka saudara Wahyu SS (WS), yang bersangkutan mengetahui terkait adanya aturan FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata,” kata Sigit.
Tetapi, kata Sigit, selaku Kabag Ops, tersangka WS tak melakukan pencegahan, atau melarang penggunaan gas air mata itu. “Dan tersangka H, yang bersangkutan sebagai Danki 3 Yon Brimob, yang memerintahkan anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata. Saudara tersangka BSA (BS), yang bersangkutan juga memerintahkan anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata,” sambung Sigit.
Baca juga : 6 Orang Jadi Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Ini Kronologinya
3. Tembakan gas air mata respons Polisi atas reaksi penonton
Penembakan gas air mata itu, Kapolri mengatakan tak tiba-tiba. Kata dia, ada faktor penyebab. Terungkap, aksi tembak penonton dengan gas air mata itu terjadi, setelah sejumlah penonton, dan suporter, ada yang nekat masuk ke dalam lapangan usai laga. Pertandingan waktu itu berakhir dengan kekalahan Arema dari Persebaya dengan skor 2-3.
“Proses pertandingan semuanya berjalan lancar. Namun saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter ataupun dari penonton terkait hasil yang ada,” kata Sigit.
Para suporter yang masuk ke lapangan itu, kata Sigit sempat diantisipasi. Polisi, kata Sigit, sampai melakukan evakuasi para pemain. Evakuasi yang dilakukan bahkan dikatakan memakan waktu satu jam. Kapolres Malang saat itu, AKBP Ferli Hidayat, kata Kapolri memimpin langsung evakuasi dengan empat barakuda.
Saat evakuasi dilakukan, kata Kapolri, para penonton dan suporter semakin banyak masuk lapangan. Hal tersebut membuat kepolisian melakukan pengendalian. “Seperti yang kita lihat, ada yang menggunakan tameng. Termasuk pada saat mengamankan penjaga gawang Arema FC, saudara Adilson Marenga,” kata Sigit.
Kata Sigit, penonton yang nekat masuk ke lapangan, para anggota pengamanan, membalas dengan tembakan gas air mata. Namun, tembakan gas air mata juga diarahkan ke tribun.
Baca juga : PSSI Klaim FIFA tak Bahas Sanksi untuk Indonesia Akibat Tragedi Kanjuruhan
4. Pintu keluar stadion yang juga turut disalahkan
Penyidik mengetahui jumlah pintu keluar Stadion Kanjuruhan ada 14 titik. Jenderal Sigit menyadari, setelah tembakan gas air mata ke arah tribun, para penonton mengalami panik. “Merasakan pedih, dan berusaha untuk segera meninggalkan arena,” ujarnya.
Akan tetapi, di beberapa pintu keluar terjadi penyumbatan arus keluar manusia yang berusaha menyelamatkan diri dari rasa perih mata, dan dada sesak, serta kepanikan akibat gas air mata. “Khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13, dan 14,” ujar Sigit.
Kendala penonton tak bisa keluar dari pintu-pintu itu, kata Sigit banyak sebab. Dari penyidikan, kata Sigit, terungkap adanya pelanggaran aturan federasi terkait dengan Pasal 21 Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI. Aturan itu, mengharuskan panitia pertandingan membuka semua gerbang keluar stadion itu, penuh, lima menit sebelum pertandingan usai.
“Namun tidak sepenuhnya pintu-pintu keluar itu terbuka. Pintu-pintu itu hanya terbuka satu setengah meter,” kata Sigit.
Menurut aturan Pasal 21 sendiri, kata Sigit, pintu-pintu keluar, wajib dijaga oleh yang namanya steward, atau petugas pertandingan. Para petugas pertandingan itu, kata Sigit mengacu regulasi federasi, harus tetap berada di pos-pos keluar sampai seluruh penonton pertandingan sepi dari stadion.
Baca juga : Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Polisi Diungkap
“Akan tetapi pada saat peristiwa terjadi, para penjaga pintu, atau steward tidak berada di tempat,” kata Sigit.
Fakta lainnya soal pintu-pintu tersebut, Kapolri mengungkapkan, terdapat ganjalan besi yang melintang setinggi 5 sentimeter. “Yang mengakibatkan penonton atau suporter, menjadi terhambat pada saat harus melewati pintu-pintu tersebut. Apalagi kalau pintu tersebut dilewati oleh penonton dalam jumlah banyak. Sehingga terjadi desak-desakan yang menjadikan adanya sumbatan-sumbatan,” ujar Sigit.
Penyumbatan itu, membuat para penonton yang berusaha keluar dari dalam stadion karena sergapan gas air mata, tertahan selama 20 menit. “Di situlah kemudian banyak muncul korban. Korban yang mengalami patah tulang, yang trauma di kepala atau torak, dan sebagian besar meninggal dunia karena mengalami asfeksia (kekurangan oksigen),” sambung Sigit.
5. Fakta prapertandingan dan Liga Indonesia Baru (LIB) serta panitia lokal yang dituntut turut tanggung jawab
Pengungkapan tragedi Kanjuruhan membuat tim penyidik merunut masalah jauh sebelum hari nahas, Sabtu (1/10/2022) itu. Jenderal Sigit mengatakan, semua ini berawal dari 12 September 2022. Ketika itu, Polres Malang menerima surat izin keramaian dari panitia pertandingan Arema FC Vs Persebaya. Surat itu soal rekomendasi kepolisian menyangkut pertandingan dua klub tersebut pada Sabtu 1 Oktober 2022, pukul 20.00 Wib.
Dalam responsnya, Polres Malang meminta panitia pelaksana pertandingan mengubah waktu laga klasikal dua tim sepak bola raksasa di Jatim itu. Polres Malang, tak meminta pindah hari. Cuma jam laganya saja yang dimajukan jadi lebih sore. “Polres meminta panitia pertandingan untuk mengubah pelaksanaan pertandingan Arema FC dan Persebaya menjadi pukul 15.00 Wib. Dengan pertimbangan faktor keamanan,” kata Kapolri.
Tetapi respons dari kepolisian itu dimentahkan. PT LIB, kata Sigit, menolak pemajuan jadwal tersebut. “Dengan alasan apabila waktunya digeser ada perubahan terkait dengan masalah penayangan langsung, ekonomi, dan sebagainya, yang mengakibatkan dampak bisa memunculkan penalti dan ganti rugi, dan sebagainya,” kata Sigit menjelaskan alasan PT LIB. Atas penolakan operator kompetisi, Polres Malang, kata Sigit, akhirnya menyesuaikan PT LIB, dan panitia pertandingan.
Polres sempat meminta syarat, pertandingan Arema FC Vs Persebaya, hanya menghadirkan para suporter tuan rumah. “Bahwa khusus untuk suporter yang hadir di pertandingan Arema FC dan Persebaya itu hanya dihadiri oleh suporter Aremania,” begitu kata Sigit.
Kepolisian mahfum, para suporter dua klub tersebut, seringkali cekcok yang mengancam keamanan masyarakat jika dipertemukan. Karena itu dalam pertandingan tersebut, tak ada simbol, atribut, apalagi para suporter Persebaya.
Baca juga : Fans BTS, ARMY Indonesia Mulai Bergerak Salurkan Bantuan kepada Korban Tragedi Kanjuruhan
Pelarangan suporter Persebaya datang ke stadion Arema, bukan satu-satunya jurus Polres Malang mengantisipasi potensi rusuh. “Polres Malang juga menambah jumlah personel keamanan dari yang semula 1.703 personel menjadi 2.034 personel,” kata Sigit.
Antisipasi potensi ancaman dari pertandingan tersebut, sebetulnya sukses dilakukan. Itu terlihat, kata Sigit, laga antara Arema FC, dan Persebaya berjalan lancar sampai akhir pertandingan, sekitar pukul 22.00 Wib.
Pertandingan sengit dua klub seturu itu berakhir dengan skor 2-3. Namun usai pertandingan itu, petaka terjadi. Sebanyak 130 penonton tewas dan hampir 500 penonton mengalami luka-luka. Di antara mereka yang tewas itu, paling belia usia tiga tahun.
6. LIB tak lakukan verifikasi syarat stadion Kanjuruhan, dan masalah kapasitas
Kapolri juga mengungkapkan, kesalahan LIB yang tak konsisten menjalankan peran sebagai operator liga nasional. Dari penyidikan, Kapolri mengungkapkan, LIB mengabaikan syarat Stadion Kanjuruhan dapat menjadi arena tanding Arema FC. Kanjuruhan yang menjadi lapangan kandang klub Singo Edan itu ternyata masih menggunakan verifikasi izin kandang dari LIB periode 2020.
Padahal dalam setiap musim kompetisi, LIB diwajibkan memverifikasi kelayakan stadion yang digunakan klub. Catatan merah dari verifikasi usang itu juga masih diabaikan oleh Arema FC. Karena klub tersebut, tak menambal catatan kurang dari verifikasi 2020 tentang kewajiban klub memenuhi syarat keamanan, dan kesalamatan penonton saat di stadion.
“Di tahun 2022, LIB tidak mengeluarkan verifikasi. Dan verifikasi yang digunakan adalah tahun 2020, yang juga belum ada perbaikan terhadap catatan verifikasi 2020, khususnya terkait masalah standar keamanan, dan keselamatan bagi penonton,” ujar Kapolri.
Baca juga : Giring Angkat Korban Tragedi Kanjuruhan Jadi Anak Asuh
Jenderal Sigit juga mengungkapkan temuan penyidik yang mengurai fakta penonton langsung laga Arema FC Vs Persebaya lebih banyak ketimbang kapasitas normal di Stadion Kanjuruhan. “Kemudian ditemukan fakta juga, penonton yang datang dalam pertandingan tersebut ada 42 ribu penonton,” ujar Sigit.
Padahal kapasitas stadion tersebut, cuma 32 sampai 35 ribuan. “Dan dari panitia penyelenggara, tidak menyiapkan rencana darurat untuk menangani situasi-situasi khusus yang itu juga diatur dalam Pasal 8 Regulasi Kesalaman, dan Keamanan PSSI,” sambung Sigit.