Rusia: Barat tak Inginkan Perdamaian di Ukraina

Rusia menilai Barat yang menyokong Ukraina tidak menghendaki adanya perdamaian.

AP/Sergei Kholodilin/BelTA
Pemerintah Rusia kembali menegaskan bahwa mereka tidak menolak perundingan dengan Ukraina. Namun Moskow menilai, Barat yang menyokong Kiev tidak menghendaki adanya perdamaian.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia kembali menegaskan bahwa mereka tidak menolak perundingan dengan Ukraina. Namun Moskow menilai, Barat yang menyokong Kiev tidak menghendaki adanya perdamaian.

Direktur Departemen Kedua Negara-Negara Independen Persemakmuran Kementerian Luar Negeri Rusia Aleksey Polischuk mengungkapkan, pada Februari lalu, Ukraina mengajukan permintaan negosiasi pada negaranya. Kala itu Moskow menerima dengan terbuka ajakan Kiev.

Dalam proses perundingan, Ukraina siap mencatat netralitas permanen, status non-nuklir dan non-blok, melakukan demiliterisasi dan de-Nazi-fikasi, dengan imbalan jaminan keamanan. “Ketika rancangan perjanjian mulai mengambil garis yang dapat diterima, Kiev menghentikan proses negosiasi. Jelas atas perintah sponsor Barat yang tidak membutuhkan perdamaian,” kata Polischuk, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS, Ahad (9/10/2022).

Menurut Polischuk, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky benar-benar merugikan dirinya sendiri karena menuruti keinginan Barat. “Itu tidak masuk akal dan tidak memenuhi kepentingan Ukraina. Semakin banyak pembicaraan ditunda, semakin jauh titik awal mereka bergeser, dan tidak menguntungkan Kiev,” ucapnya.

Sebelumnya Polischuk mengatakan, Rusia tidak menolak layanan perantara yang ditawarkan banyak negara untuk menjalin pembicaraan dengan Ukraina. Namun Moskow menegaskan, mereka menolak merundingkan kembali empat wilayah Ukraina yang sudah memutuskan bergabung dengan Rusia.

"Kami siap untuk itu. Namun seperti yang telah dinyatakan, kami tidak akan membahas pilihan penduduk wilayah baru Rusia. Pihak berwenang Kiev harus menghormati ekspresi keinginan mereka. Jika tidak, tidak ada pembicaraan yang akan membuahkan hasil," ucap Polischuk.

Penduduk wilayah baru Rusia yang disinggung Polischuk dalam pernyataannya mengacu pada Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia. Pada 30 September lalu, keempat wilayah Ukraina itu telah resmi menandatangani kesepakatan untuk bergabung dengan Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin berterima kasih kepada rakyat Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia yang telah memilih keputusan tersebut dalam referendum yang digelar pada 23-27 September lalu. "Dalam beberapa hari terakhir, orang-orang di Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia menganjurkan pemulihan persatuan bersejarah kita. Saya berterima kasih," kata Putin dalam upacara pengesahan bergabungnya empat wilayah tersebut ke Rusia di Grand Kremlin Palace's St. George's Hall pada 30 September lalu, dilaporkan TASS.

Pada 23 hingga 27 September lalu, Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia. Moskow mengklaim, sekitar 98 persen pemilih dalam referendum setuju untuk bergabung.

Ukraina dan sekutu Barat-nya menolak hasil referendum tersebut. Mereka menilai referendum itu telah diatur sedemikian rupa hasilnya oleh Moskow. Kendati ditolak dan ditentang, Rusia tetap melanjutkan rencananya untuk “merebut” keempat wilayah itu. Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia mewakili 15 persen dari luas wilayah Ukraina. Jika digabung, luasnya setara dengan luas Portugal.

 

 

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler