'Kehadiran' Rasulullah SAW dalam Pembacaan Maulid Simthu Ad-Durar dan Syaratnya

Pembacaan Simthu Ad-Durar upaya untuk tumbuhkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW

Dok Republika
Nabi Muhammad (ilustrasi). Pembacaan Simthu Ad-Durar upaya untuk tumbuhkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ada beberapa kitab Maulid yang dikenal selama ini, di antaranya yaitu kitab Simthu ad-Durar dan al-Barzanji. Dari berbagai kitab Maulid, yang umum dibaca oleh umat Muslim adalah kitab Simthu ad-Duror, karya Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsy. 

Baca Juga


Sekretaris Jenderal Jatman, KH Mashudi, menyampaikan kitab Simthu ad-Durar, sebagaimana kitab al-Barzanji, berisi bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW. 

Di dalamnya juga memuat sejarah tentang perjuangan dan akhlak Nabi SAW, baik di keluarga, masyarakat, medan perang, maupun ketika berdakwah. 

"Jadi di dalam kitab maulid apapun, termasuk Simthu ad-Durar, isinya adalah sholawat dan sirah Nabi Muhammad SAW," tutur dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/10/2022).

Kiai Mashudi menjelaskan, penggalan-penggalan kalimat dalam kitab Simthu ad-Duror sudah terdapat dalam kitab al-Barzanji dan kitab-kitab maulid yang lain. Sebab, antara kitab-kitab maulid itu sebetulnya memiliki kesamaan dan saling bersinggungan karena sosok yang ditulisnya sama, yakni Nabi Muhammad SAW. 

Namun, Simthu ad-Durar memiliki ciri khas tersendiri. Tulisan dalam kitab ini dirangkai dengan bahasa-bahasa pilihan dalam bentuk qasidah.

Keindahan gaya bahasanya, atau balaghahnya, ada di tingkat tertinggi. Menurut Kiai Mashudi, gaya bahasa Simthu ad-Durar ibarat menggunakan kromo inggil, tingkatan bahasa paling tinggi dalam bahasa Jawa. 

"Isinya tentang puji-pujian yang menyentuh kalbu sehingga menyentuh para pembaca dan membuat mereka semakin menghayati. Meski tidak tahu artinya, tetap bisa menghayati, seakan terhipnotis dengan kata-kata yang digunakan. Dan semakin tinggi rasa cinta kita kepada Rasulullah SAW karena penggunaan bahasa yang indah itu," tuturnya. 

Salah satu contohnya, ialah kalimat 'Ya robbi sholli 'ala Muhammad, maa laaha fil ufqi nuuru kaukab'. Artinya, Ya Robbi, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad SAW selama cahaya bintang bersinar di ufuk. Menurut Kiai Mashudi, kalimat ini memiliki sisi balaghah yang luar biasa. 

Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam

Kiai Mashudi menambahkan, dalam Simthu ad-Durar, sebagian ada yang mengambil dari al-Barzanji, dan kitab-kitab maulid lainnya. Kemudian dikutip dan digubah dengan bahasa-bahasa pilihan. 

Digubah dengan menggunakan gaya bahasa yang lebih indah. "Al-Barzanji, Simthu ad-Durar dan kitab-kitab maulid lainnya, ini substansinya sama, yakni bagaimana kitab mahabbah kepada Rasulullah SAW dengan sholawat. Dalam al-Barzanji banyak sejarahnya, sedangkan di Simthu ad-Durar banyak qasidahnya," terangnya. 

Karena itu, Simthu ad-Durar memiliki bentuk syair yang enak dan tidak membosankan untuk diamalkan. Pilihan kata dan bait-baitnya punya padanan yang tepat sesuai konteks. 

Simthu ad-Durar mengandung banyak qasidah sehingga cocok untuk zaman sekarang. Dengan langgam, gaya dan lahjah (dialek)-nya, memicu gairah dalam rangka meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW.

Keasyikan dalam melagukannya menjadi inspirasi seperti tarian sufi. Pembaca Simthu ad-Durar seakan terhipnotis dengan keasyikan ingin menghadirkan Rasulullah SAW, tetapi tentu tidak sampai menyimpang. Sebab, itu justru dalam rangka mendekatkan diri kepada Rasulullah SAW.

"Berqasidah itu sesuatu yang menarik dan tidak membosankan. Itulah satu trik metode untuk mengedukasi umat agar bagaimana mencintai sholawat dalam rangka mahabbah kepada Rasulullah SAW. Tentu dengan tata krama, sopan santun, tidak asal-asalan, dan tidak sembarangan," tuturnya.

Di dalam Simthu ad-Durar tersimpan pesan Habib Ali, penulisnya, yang dibaca secara utuh tanpa memotong-motongnya. Dibaca utuh agar berkahnya semakin bertambah. 

Kitab ini juga mengandung doa untuk memperoleh keselamatan, menghadap Allah SWT dalam keadaan husnul khatimah, dan dimudahkan segala urusan, misalnya sebagai pencari ilmu supaya mendapat ilmu yang barokah.

"Rasulullah SAW hadir di tengah-tengah ketika Simthu ad-Durar dibaca. Cuma kadang-kadang kita tidak mengetahui. Maka harus pakai tata krama dan sopan santun," ujar Kiai Mashudi.

Baca juga: Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian 

Pesan khusus dari Habib Ali bersifat umum dan menyimpan banyak pesan moral. Pesan khususnya yaitu bagaimana setiap Muslim mencintai Rasulullah SAW, baik bagi yang dzuriyah (keturunan) Rasul, seperti habib atau syarifah, maupun yang bukan dzuriyah.

Mereka yang bukan keturunan Rasul bisa menjadi dzuriyah dengan mahabbahnya kepada Nabi Muhammad SAW. Kiai Mashudi menyampaikan, dzuriyah terbagi dua, yaitu dzuriyah binnasab (berdasarkan nasab) seperti habib dan syarifah, dan kedua ialah dzuriyah bissabab (berdasarkan sebab).

 

"Dengan mahabbah yang lebih kepada Rasulullah SAW, bukan hanya ikrar dalam ucapan melainkan juga dalam tindakan dan cara berpikir, maka ini akan dicatat sebagai dzuriyah Rasulullah SAW," jelasnya.    

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler