Melihat Sejarah yang Tersimpan di Kabupaten Semarang

Faktanya banyak penggal- penggal sejarah yang dahulu terjadi di Kabupaten Semarang

Republika/Bowo Pribadi
Pengunjung menyaksikan foto- foto dan literasi sejarah yang dipajang pada Pameran Naratif Sejarah Kabupaten Semarang, yang digelar komunitas Gambag Semarang Art Company di benteng Willem II Ungaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (15/10).
Rep: Bowo Pribadi Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Berbagai foto yang mengungkap masa- masa sulit para perempuan serta anak- anak warga Belanda dan Eropa --pada masa pendudukan Jepang di Indonesia-- cukup menarik perhatian para pengunjung ‘Pameran Naratif Sejarah Kabupaten Semarang’.

Baca Juga


Foto- foto tersebut merupakan sebagian dari episode sejarah yang sempat terekam kamera, saat para perempuan dan anak- anak Belanda dan bangsa Eropa lainnya harus menghuni kamp tawanan (interniran) khusus para perempuan dan anak, yang tersebar di Ambarawa, periode tahun 1942- 1945.

Pada periode pendudukan Jepang di Indonesia tersebut, seluruh perempuan dan anak- anak warga Belanda dan Eropa ditempatkan di kamp konsentrasi, sementara para pria ditawan untuk dikerjapaksakan di berbagai negara di kawsan Asia Tenggara.

Situasi sosial mereka benar- benar berubah 360 derajat selama hampir tiga tahun menghuni kamp interniran di Ambarawa, yang tak lain merupakan kamp interniran terbesar selama pendudukan bangsa Jepang di Indonesia.

Kelaparan, wabah penyakit, hingga kematian akibat buruknya situasi di dalam kamp interniran, menjadi peristiwa kemanusiaan yang hingga saat ini masih sangat membekas, bagi para pelaku sejarah yang masih tersisa.

“Ini merupakan penggal sejarah, yang oleh warga Kabupaten Semarang sendiri, belum banyak diketahui,” ungkap Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Tri Subekso, di sela ‘Pameran Naratif Sejarah Kabupaten Semarang’ yang digelar dalam acara ‘Srawung Semarangan #2’ di Benteng Willem II Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (15/10).

Pameran ini, lanjutnya juga menampilkan beragam dukumentasi serta narasi jejak peradaban masa Hindu Buddha yang banyak ditemukan di Kabupaten Semarang, termasuk juga Benteng Willem II yang menjadi bagian kecil untuk merangkai sebuah sejarah besar tentang Pangeran Diponegoro.

Karena –setelah ditawan dan akan diasingkan ke luar Jawa— rombongan pasukan Kerajaan Belanda yang membawa Pangeran Diponegoro sempat transit bermalam di Benteng Willem II, yang lokasinya kini berada di depan Kantor Bupati Semarang.

Menurutnya, pameran ini merupakan salah satu upaya untuk memunculkan (sejarah) yang selama ini masih tersembunyi. Faktanya banyak penggal- penggal sejarah yang dahulu terjadi di Kabupaten Semarang tetapi selama ini belum banyak Diungkap.

Misalnya tentang rempah- rempah, khususnya tanaman pala di Ungaran yang ternyata dahulu dibawa bangsa Belanda dari Banda untuk dikembangkan di Ungaran, dan sampai hari ini pohonnya masih ada dan tetap berproduksi.

“Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memantik kesadaran serta kebanggaan kepada para generasi muda di Kabupaten Semarang, bahwa daerahnya kaya akan catatan sejarah yang menjadi bagian dari sejarah besar bangsa ini,” ungkap ketua komunitas Gambang Semarang Art Company (GSAC) selaku penyelenggara kegiatan Srawung Semarangan 2# ini.

Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo mengapresiasi kegiatan pameran ini. Sebagai bahan ajar --khususnya tentang sejarah di Kabupaten Semarang-- pelaksanaan dua hari –menurutnya—sangat terbatas.

Ia menyarankan –jika memang ada kesempatan kembali-- pameran semacam ini dapat dilaksanakan sepekan penuh agar bisa menjadi media belajar bagi para peserta didik yang ada di Kabupaten Semarang. “Ini menarik, karena banyak catatan sejarah yang selama ini belum banyak Mereka ketahui,” jelasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler