Kemenkes: Dari 206 Kasus, 99 Anak Meninggal Akibat Gangguan Ginjal Akut

Hingga Selasa, Kemenkes mencatat ada 206 kasus gangguan ginjal akut dari 20 provinsi.

Tangkapan Layar Youtube Kemenkes
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkap ada 206 kasus gangguan ginjal akut pada anak hingga Selasa (18/10/2022).
Rep: Dian Fath Risalah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkap jumlah kasus gangguan ginjal akut pada anak yang dilaporkan hingga Selasa (18/10/2022) telah mencapai 206. Kasus tersebut berasal dari 20 provinsi.

"Angka kematian 99 kasus (48 persen), angka kematian khususnya di RSCM sebagai rujukan nasional ginjal mencapai 68 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril, di Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Syahril mengungkap, laporan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal telah mengalami peningkatan tajam sejak akhir Agustus 2022. Acute kidney injury (AKI) utamanya melanda anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).

Peningkatan kasus ini berbeda dengan yang sebelumnya. Hingga saat ini, penyebabnya masih dalam penelusuran dan penelitian.

"Kemenkes dan IDAI sudah membentuk tim untuk mengetahui lebih jauh kasus ini," ujar Syahril.

Syahril menjelaskan, angka kematian menjadi tinggi karena ginjal adalah pusat metabolisme tubuh dan banyak organ penting yang bergantung pada fungsi ginjal. Ketika fungsi ginjal terganggu, organ lain pun ikut terganggu.

Baca Juga


 
"Ketika sudah gagal ginjal, maka ginjal tidak dapat melakukan metabolisme tubuh, ditandai frekuensi buang air kecil (BAK) dan jumlah urine sedikit, kalau ada kerusakan berat maka tidak terjadi produksi urine, tingkat kematian tinggi dikarenakan masuk fase itu," jelasnya.
 
Syahril mengatakan, dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian gangguan ginjal akut pada anak dengan vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19. Gangguan ginjal akut misterius ini pada umumnya menyerang anak usia kurang dari enam tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia balita. 

Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat.

Kasus gangguan ginjal akut misterius. - (Republika)

"Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," tutur Syahril.
 
Sebagai alternatif, menurut Syahril, anak dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (dimasukkan via anal), atau lainnya. Ia juga menyerukan orang tua yang memiliki anak balita untuk waspada jika buah hatinya mengalami gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah.

"Segera periksakan ke fasilitas kesehatan terdekat," kata Syahril.
 
Keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya. Keluarga perlu menyampaikan riwayat penggunaan obat anaknya kepada tenaga kesehatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler