Presiden Jokowi Dinilai Bangun Optimisme di Tengah Ancaman Resesi Dunia

Presiden mengajak semua pihak tetap optimistis.

Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi saat meluncurkan vaksin Covid-19 buatan Bio Farma, IndoVac, di pabrik PT Bio Farma, Bandung, Kamis (13/10).
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia menjadi titik terang di tengah kesuraman ekonomi dunia. Hal tersebut disampaikannya mengutip keterangan dari Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, bahwa Indonesia adalah titik terang di tengah-tengah kesuraman ekonomi dunia. 

Baca Juga


Oleh karenanya, Presiden mengajak semua pihak tetap optimistis menghadapi situasi ekonomi pada tahun depan. Meskipun, berbagai lembaga internasional menyampaikan perekonomian pada 2023 akan gelap.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono mengatakan menjaga optimisme memang harus tetap dijaga di tengah situasi ekonomi yang sulit. Ia pun sepakat dengan Jokowi, untuk terus waspada dan hati-hati agar tidak membahayakan ekonomi Indonesia.

“Optimis tentu boleh ya, tetapi kalau nggak waspada menurut saya berbahaya, APBN kita kan terbatas ruang fiskal kita kan terbatas saran saya sih sebaiknya hati-hati sebaiknya di rem segera pengeluaran-pengeluaran yang tidak penting,” ujar Yusuf, Kamis, (20/10/2022).

Menurutnya, di tengah situasi global yang tidak menentu ini, di mana negara lain mengalami krisis sementara Indonesia masih relatif stabil disebabkan oleh 2 hal.

“Pertama adalah kita memiliki mekanisme untuk mensubsidi harga energi yang cukup besar BBM terutama pertalite dan solar kita kan subsidi batu bara juga ya batu bara kita mekanismenya DMO atau Domestik Market Obligation dengan harga yang dipatok fix di 70 dolar per ton,” paparnya.

“Jadi ketika harga batu bara naik di dunia kita kan listrik nggak ikut naik kan itu karena kita punya mekanisme tadi itu dan kita beruntungnya kita juga termasuk yang masih punya sumber daya alam yang melimpah dalam hal ini batu bara,” sambungnya.

Lanjut Yusuf, faktor kedua sebagai penopang pertumbuhan ekonomi tanah air yaitu harga komoditas yang tinggi, Indonesia mendapat pemasukan yang besar dari sektor tersebut.

“Kemudian yang kedua kita dapat pemasukan yang besar dari harga komoditas terutama di batu bara, di sawit, nikel juga tahun lalu itu booming sampai tahun ini juga masih sampai awal tahun ya 2022 juga masih booming ini baru sekarang aja berakhir nih kenaikan harga ini,” jelasnya.

“Jadi dua faktor itu yang membuat APBN Kita kuat untuk menyerap guncangan harga internasional ketika negara lain pontang-panting ya kita relatif terkendali inflasi kita itu yang kemudian membuat stabilitas makro kita cukup baik untuk bertahan,” terangnya.

Namun, Yusuf mengingatkan pemerintah pemerintah harus memperhatikan APBN sebagai bumper dari goncangan ekonomi dunia. Pasalnya harga komoditas tahun depan diprediksi akan iktu melemah yang berdampak terhadap penerimaan negara.

“Kemampuan APBN kita nggak bisa dibandingkan dengan 2 tahun terakhir ini untuk tahun depannya kemampuan APBN tahun depan itu akan jauh lebih menurun terutama tadi bahwa kita penerimaan ekspor kita akan jatuh dari komoditas harga-harga komoditas tahun depan itu akan semakin melemah karena resesi global,” jelasnya.

“Ketika pendapatan padahal di 2021 dan 2022 surplus neraca perdagangan dan juga surplus anggaran kita itu penumpang utamanya harga komoditas dunia dengan harga komoditas yang bagus sekarang berakhir tahun depan itu akan semakin melemah begitu Jadi tidak bisa lagi diharapkan,” imbuh Yusuf.

 

Sementara itu, Presiden Jokowi memaparkan setidaknya ada tiga hal yang bisa menumbuhkan optimisme akni pertama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif.

"Di tengah-tengah krisis, di tengah-tengah resesi, Indonesia di kuartal II masih tumbuh 5,44 persen. Ini wajib kita syukuri. Kita termasuk negara yang memiliki growth atau pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi di antara negara-negara G20 maupun negara-negara lainnya," ucap Jokowi.

Kemudian alasan kedua adalah inflasi yang relatif masih bisa dikendalikan di level 4,9 persen pada kuartal II/2022, bahkan hanya menjadi 5,9 persen setelah kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak.

"Tolong nanti dibandingkan inflasi kita dengan negara-negara lain, pertumbuhan atau growth kita dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain," bebernya.

Kemudian alasan ketiga adalah neraca perdagangan Indonesia yang surplus sepanjang tahun 2022 bahkan setidaknya satu tahun sebelumnya, yakni hingga selama 29 bulan terakhir.

"Sudah 29 bulan kita terus surplus neraca dagang kita. Tadi sudah disampaikan oleh Pak Zul (Zulkifli Hasan -red) Menteri Perdagangan dari Januari sampai September surplus kita mencapai 39,8 miliar USD. Ini jumlah yang tidak sedikit. Ini juga berkat kerja keras bapak ibu sekalian," ucapnya.

Oleh karena itu, Kepala Negara meminta segenap pihak tetap bersikap optimistis menatap situasi yang ada, termasuk berbagai perkiraan lembaga-lembaga internasional yang ada.

"Lembaga-lembaga internasional menyampaikan bahwa tahun ini sulit, tahun depan akan gelap, silakan negara-negara lain. Negara kita harus tetap optimistis," terang Jokowi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler