YLKI Minta Kemenkes Tarik Peredaran Produk Obat Sirop
Pemerintah menyebut dari 18 produk yang diuji, 15 produk terkontaminasi etilen glikol
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH--Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menarik peredaran produk (product recall) obat sirop yang teridentifikasi tercemar etilen glitol (EG). Hal ini perlu dilakukan menyusul maraknya penyakit gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.
Ketua YLKI Tulus Abadi, mengatakan saat ini Kemenkes dan BPOM RI hanya mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi obat-obat sirop yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut tersebut. Namun, belum ada penarikan peredaran produk di pasar.
"Karena kalau hanya diimbau dan di pasar masih tersedia, itu masih memicu potensi apotek maupun masyarakat membeli obat tersebut," kata Tulus Abadi, di Banda Aceh, Kamis (20/10/2022).
Ia mengatakan saat ini tercatat sekitar 200 kasus anak yang menderita gagal ginjal akut di Indonesia, dan 99 kasus di antaranya telah meninggal dunia. Menurutnya kondisi ini merupakan keadaan darurat yang harus menjadi perhatian bersama dalam upaya menjaga masyarakat.
Tulus menjelaskan Kemenkes memastikan bahwa obat batuk dari Gambia yang menjadi pemicu gagal ginjal pada anak itu tidak beredar di Indonesia. Namun justru penyakit gagal ginjal semakin banyak terjadi di Indonesia. Sehingga menjadi pertanyaan yang harus dijawab dengan investigasi yang cepat agar tidak timbul semakin banyak korban.
Saat ini, kata dia, pemerintah menyebutkan bahwa dari 18 produk yang diuji laboratorium, terdapat 15 produk di antaranya yang terkontaminasi dengan senyawa etilen glikol. Senyawa inilah yang diduga menjadi pemicu gagal ginjal pada anak.
Seharusnya, tambahnya, apabila pemerintah telah klem 15 produk tersebut tercemar etilen glitol, maka pemerintah sudah seharusnya menarik peredaran produk di pasaran dalam upaya melindungi masyarakat.
"Menurut saya tidak cukup imbauan, tapi harus ada kebijakan yang lebih tegas, recall product dan masyarakat terhindar dari produk berbahaya yang sudah dinyatakan tercemar," tegas Tulus Abadi.