Dinkes DKI Instruksikan Petugas Faskes Alihkan Obat Sirup ke Bentuk Lain
Masyarakat juga diminta sementara menghindari obat dalam bentuk sirup.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menginstruksikan petugas pada fasilitas kesehatan di Ibu Kota untuk menghentikan sementara pemberian atau penggunaan obat dalam bentuk sirup dan mengalihkannya ke bentuk lain. Langkah itu sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Saat ini, kita prinsipnya menghentikan sementara penggunaan obat sirup dan mengalihkannya pada bentuk lain seperti arahan Kementerian Kesehatan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam keterangan pers secara virtual di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Selain pada fasilitas kesehatan (faskes), Dwi juga mengingatkan masyarakat untuk sementara menghindari terlebih dahulu penggunaan obat dalam bentuk sirup atau kemasan cair. "Pilih lebih dulu obat dalam bentuk tablet atau lainnya, apalagi untuk anak-anak ya, yang memang selama ini tentu paling banyak untuk penggunaan obat-obat sirup," kata Dwi.
Untuk kebijakan penarikan obat-obat jenis sirup di pasaran, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menegaskan masih menunggu instruksi resmi dari pemerintah pusat. "Jadi itu merupakan kewenangan pusat dan bukan kewenangan kami terkait kebijakan tersebut. Saat ini kami menunggu dan mengikuti arahan pusat," kata Dwi.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Kesehatan DKI Jakarta, selama Januari sampai 19 Oktober 2022, ada 71 kasus gagal ginjal akut. Sebanyak 60 kasus (85 persen) di antaranyaadalah usia balita dan 11 kasus (15 persen) adalah usia 5-18 tahun.
Sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki. Kemudian wilayah domisili dari 71 kasus itu, yakni 35 berdomisili di DKI Jakarta.
Kemudian sembilan di Banten, Jawa Barat (16), Jawa Timur dan Riau masing-masing satu kasus. Sedangkan lima anak masih dilengkapi datanya. Dari data tersebut, Dwi menyebutkan, sebanyak 40 pasien meninggal, 16 dalam perawatan dan 15 lainnya sembuh.
Dilihat dari tren bulanannya, Dwi menjelaskan bahwa dari Januari ada dua kasus, Februari (nihil), Maret (1), April (3), Mei (nihil) dan Juni (2), Juli (1). Sedangkan Agustus (10), September (21) dan Oktober (31). "Dalam menyikapi situasi kita sudah mengikuti adanya edaran yang dikeluarkan Dirjen Yankes KementerianKesehatan. Kemudian kita juga jadikan salah satu referensi untuk mempercepat upaya penanganannya," katanya.