Ketua Komisi II DPR Dorong Pembentukan Pansus Tenaga Honorer
Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia mendorong pembentukan pansus tenaga honorer.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mendorong pimpinan DPR untuk lekas menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tenaga Honorer. Hal itu penting untuk dilakukan agar permasalahan-permasalahan tenaga honorer dapat segera dibahas dan dicari jalan keluarnya.
"Mengingat pentingnya persoalan tenaga honorer ini, maka dengan ini pimpinan DPR RI didorong agar segera menyetujui pembentukan pansus sehingga akan ditemukan jalan keluar dan mereka dapat direkrut menjadi tenaga kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)," ujar Doli dalam keterangannya, Kamis (27/10/2022).
Surat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 terus bergulir untuk diterapkan. Surat yang berisi tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu menyebutkan pemerintah akan menghapus tenaga honorer pada 28 November 2023.
Dalam kunjungan kerja (kunker) reses, Komisi II DPR RI mendorong pemerintah menyusun peta jalan atau roadmap penyelesaian masalah sebelum menghapus tenaga honorer 2023 mendatang. Apalagi, kata Doli, jika melihat permasalahan yang ada terkait dengan tenaga honorer sudah menjadi masalah klasih dan cukup lama diperbincangkan.
“Pertama, kita mendorong adanya roadmap yang harus disusun oleh pemerintah dalam rangka menyeselaikan semua masalah yang terkait dengan tenaga honorer. Karena masalah ini kan cukup klasik dan cukup lama," kata Doli.
Apabila Pansus Tenaga Honorer sudah terbentuk, ada dua hal yang diharapkan dapat dilakukan. Pertama, mengawal permasalahan-permasalahan tenaga honorer yang sudah ada selama ini. Kemudian, Pansus Tenaga Honorer juga dapat membahas tentang konsep yang harus dijalankan ke depan agar masalah-masalah serupa tak terjadi lagi di kemudian hari.
"Kita berharap Pansus ini bisa mengawal, pertama, permasalahan tenaga honorer yang selama ini sudah ada. Kedua, kira-kira ke depan konsepnya seperti apa? Supaya tidak terulangi masalah-masalah yang kemarin," jelas dia.
Doli juga mengatakan, untuk dapat menuntaskan persoalan tenaga honorer maka DPR perlu berkoordinasi dengan semua pihak, terutama pemerintah. "Nah, kami menyampaikan aspirasi bersama dengan pemerintah menyelesaikan masalah dengan semua yang tadi disampaikan," kata Doli.
Sebelumnya, pemerintah telah menghimpun data tenaga non-aparatur sipil negara (ASN) atau tenaga honorer hingga 30 September 2022. Dari pendataan tersebut, pemerintah mendapatkan data sebanyak 2.113.158 tenaga honorer yang berasal dari 66 instansi pusat dan 522 instansi daerah.
"Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang telah melakukan pendataan tenaga non-ASN yang berada di lingkungan instansi masing-masing. " tulis surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor B/1917/M/SM/01/00/2022 tentang Tindak Lanjut Pendataan Non-ASN di Lingkungan Instansi Pemerintah tertanggal 30 September 2022, dikutip Senin (3/10/2022).
Berdasarkan surat tersebut, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas meminta kepada seluruh instansi untuk melakukan verifikasi dan validasi kembali terhadap data tenaga non-ASN yang ada.
"Bagi instansi yang belum melakukan input data tenaga non-ASN agar melakukan verifikasi dan validasi data sebelum data tersebut diinput ke dalam aplikasi pendataan BKN," begitu pesan dalam surat itu.
Untuk menjaga validitas dan akuntabilitas data tenaga non-ASN yang telah diajukan, Kemenpan-RB mewajibkan semua instansi pemerintah memublikasikan secara luas kepada masyarakat melalui portal resmi instansi atau papan pengumuman selama lima hari kalender.
Paling lambat, data tenaga non-ASN tersebut harus diumumkan pada 8 Oktober 2022 untuk mendapatkan tanggapan atau umpan balik dari masyarakat sebagai dasar untuk perbaikan data.
"Perbaikan data terhadap hasil umpan balik masyarakat wajib dilakukan dalam jangka waktu 10 hari kalender atau paling lambat tanggal 22 Oktober 2022 pukul 17.00 WIB melalui aplikasi pendataan tenaga non-ASN milik BKN," jelas surat tersebut.
Surat itu juga menegaskan, data final hasil verifikasi dan validasi wajib disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh PPK. Apabila data final tersebut tidak disertai dengan SPTJM, data tersebut tidak akan dimasukkan dalam data dasar tenaga non-ASN.
Dalam hal PPK memerlukan SPTJM dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan, demikian tulis surat tersebut, maka dapat dilakukan secara internal di lingkungan instansi masing-masing.
Apabila di kemudian hari terdapat data yang tidak sesuai dengan Surat Menpan-RB yang berlaku, akan berdampak pada pertanggungjawaban hukum, baik bagi pimpinan unit kerja maupun bagi PPK.
Surat tersebut juga menyampaikan, pendataan tenaga non-ASN bukan untuk mengangkat tenaga non-ASN menjadi ASN tanpa tes. Tetapi bertujuan untuk memetakan dan mengetahui jumlah tenaga non-ASN di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah sebagai data dasar tenaga non-ASN.