DKPP Kukuhkan 204 Anggota TPD dari Seluruh Indonesia 

DKPP tidak memiliki dan tidak diberi kewenangan untuk masuk dalam proses pemilu.

Novientyaga Sekar
Acara pengukuhan 204 Tim Pemeriksa Daerah (TPD) tahun 2022-2023 oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Hotel Grand Mercure Yogyakarta, Selasa (1/11/2022).
Rep: My43 Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melakukan pengukuhan 204 Anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Periode 2022-2023 dari seluruh Indonesia pada Selasa (1/11/2022). Tugas dari TPD adalah melaksanakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di daerah.


Dalam acara yang diselenggarakan di Hotel Grand Mercure, Yogyakarta ini, TPD yang  dikukuhkan merupakan perwakilan 34 provinsi. Dengan rincian 68 orang dari unsur KPU Provinsi/KIP Aceh, 68 orang dari unsur Bawaslu Provinsi/Panwaslih Provinsi Aceh, dan 68 orang dari unsur Masyarakat. 

"204 TPD yang dikukuhkan ini nantinya juga akan mendapat beberapa materi tentang penanganan KEPP," ujar Sekretaris DKPP, Yudia Ramli, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa dasar dari pembentukan TPD terletak pada ketentuan Pasal 164 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 di mana undang-undang tersebut menjadi patokan dalam pengambilan kebijakan untuk penyelenggaraan pemilu. 

Pembentukan TPD sendiri awalnya dilakukan sebagai bentuk antisipasi banyaknya aduan dan penanganan KEPP di daerah. TPD dibentuk secara resmi melalui Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum di Daerah.

"DKPP bekerja secara pasif, jadi akan bekerja jika adanya pengaduan yang masuk," ujar Ketua DKPP, Heddy Lugito. 

Ia mengatakan, pasif dalam arti DKPP akan melakukan tugasnya jika adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat, mengenai tindakan atau perilaku KPU dan Bawaslu.  Tindakan tersebut dapat berupa tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik penyelenggara pemilu.

"Kami (DKPP) hanya menangani hal-hal yang tidak sesuai dengan kode etik oleh KPU dan Bawaslu," lanjutnya. 

Hal tersebut untuk melihat apakah KPU dan Bawaslu sudah melakukan kinerja secara profesional atau belum dengan tidak adanya pengaduan. Sehingga DKPP tidak memiliki dan tidak diberi kewenangan untuk masuk dalam proses pemilu, karena KPU dan Bawaslu telah memiliki aturan sendiri.

Selain itu, Heddy menambahkan, dengan adanya DKPP ini diharapkan dapat menjadi tempat konsultasi. Dimana nantinya kerja penegakan etik dapat lebih baik untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya kesalahan. 

Kemudian DKPP juga akan melakukan sosialisasi terhadap TPD dalam penyelenggaraan pemilu di seluruh daerah Indonesia, karena terkadang penyelenggara pemilu tidak menyadari telah melakukan kesalahan. DKPP dalam memproses pengaduan yang masuk akan melihat dari bukti dan keterangan yang ada, seperti dari data pelapor dan terlapor, berbagai dokumen, media sosial, dan lainnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler