DPR tak Terburu-buru Bahas dan Sahkan RKUHP

Masih ada pasal-pasal yang krusial, yang perlu dibahas hati-hati

DPR RI
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, masih terdapat sejumlah pasal krusial dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (ilustrasi).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, masih terdapat sejumlah pasal krusial dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sehingga, Komisi III disebutnya tak ingin terburu-buru dalam pembahasannya pada 21 November mendatang.

"Hasil pantauan kami dan juga komunikasi teman-teman di Komisi III memang masih ada pasal-pasal yang krusial, yang perlu dibahas hati-hati," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Komisi III, jelas Dasco, masih terus melakukan pembahasan RKUHP supaya bisa lebih sempurna. Harapannya, payung hukum pidana nasional itu tak menuai kecaman dari publik yang membuatnya urung disahkan.

"Target pengesahan itu menurut kami boleh-boleh saja, tapi jangan sampai karena terburu-buru ada hal yang tidak bisa dituntaskan dengan baik dan menimbulkan gejolak di kemudian hari," ujar Dasco.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy resmi menyerahkan draf terbaru rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Komisi III DPR. Draf terbaru tersebut berisi 627 pasal, yang sebelumnya terdiri dari 632 pasal.

Lima pasal yang dihapus merupakan hasil sosialisasi dan diskusi Kemenkumham di 11 kota. Pasal-pasal yang dihapus berkaitan dengan penggelandangan, unggas dan ternak yang melewati kebun, dan dua pasal tindak pidana lingkungan hidup.

"Lima pasal yang dihapus itu adalah satu soal advokat curang. Dua, praktek dokter dan dokter gigi. Tiga, penggelandangan. Empat, unggas dan ternak. Lima adalah tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup," ujar Eddy di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/11/2022).

Pemerintah juga melakukan reformulasi. Dalam reformulasi tersebut terdapat tiga poin yang dijelaskannya, yakni menambahkan kata "kepercayaan" dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai agama, mengubah frasa "pemerintah yang sah" menjadi pemerintah, dan mengubah penjelasan Pasal 218 mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

"Jadi kami memberikan penjelasan supaya tidak terjadi multi interpretasi, ini betul-betul berdasarkan masukan dialog publik," ujar Eddy.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler