Erdogan akan Hubungi Putin untuk Perpanjang Kesepakatan Inisiatif Laut Hitam

Bagi Turki kesepakatan Laut Hitam kunci ketahanan pangan dunia

EPA-EFE/HOW HWEE YOUNG
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara selama konferensi pers di sela-sela KTT Pemimpin G20 di Bali, Indonesia, 16 November 2022. KTT Kepala Negara dan Pemerintahan Kelompok Dua Puluh (G20) ke-17 berlangsung dari 15 hingga 16 November 2022.
Rep: Intan Pratiwi Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pihaknya akan segera melakukan pembahasan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin terkait kesepakatan gandum. Kesepakatan yang akan berakhir pada 19 November tersebut menurut Erdogan perlu diperpanjang kembali demi ketahanan pangan dunia.


"Kami terus melakukan diskusi perihal ini. Sebenarnya juga tidak ada masalah untuk melanjutkan kesepakatan ini. Begitu saya pulang, saya akan langsung berdiskusi dengan Putin," ujar Erdogan di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11).

Saat ini kata Erdogan sudah 11 juta ton bijih gandum yang bisa terdistribusi di dunia. Selain gandum, kata Erdogan ia akan memulai membicarakan kemungkinan ekspor pupuk dan amonia dari pelabuhan Ukraina bersama Putin.

Menurutnya, dialog secara damai merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adapun, inisiatif tersebut melibatkan Rusia, Ukraina, Turki, dan PBB yang menyepakati pembukaan blokade Rusia di pelabuhan Ukraina.

"Selama dialog dengan Putin, kita melihat ada sinyal untuk diteruskannya Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam ini," ujarnya.

Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu ditekan di bawah pengawasan PBB dan Turki.

Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan mereka di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.

Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena jalur pengiriman dan pelabuhan-pelabuhan mereka berada di bawah kontrol Rusia.

Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat. Hal itu sempat memicu kekhawatiran bahwa dunia bakal menghadapi krisis pangan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler