AKBP Ridwan Jelaskan Pesan Ferdy Sambo Usai Brigadir J Meninggal

AKBP Ridwan adalah polisi pertama yang tiba ke rumah Ferdy Sambo.

Republika/Thoudy Badai
Saksi mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit bersiap memberikan keterangan saksi saat sidang lanjutan dengan terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Maruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Sidang perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah tersebut sempat ditunda selama sepekan saat pelaksanaan KTT G20 lalu, kini kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sebanyak 11 saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum diantaranya anggota Polri dan pegawai swasta. Republika/Thoudy Badai
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim mendalami pesan yang sempat ditujukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo kepada eks Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Ridwan Soplanit usai Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) meninggal dunia. Pesan itu diduga bermuatan agar Ridwan merahasiakan kasus tersebut.

Majelis hakim menanyakan kepada Ridwan mengenai pesan "jangan ramai-ramai" yang diutarakan Ferdy dalam persidangan atas terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/11). "Saat itu FS (Ferdy) sempat berpesan jangan ramai-ramai?" tanya hakim dalam persidangan itu.

"Iya, jangan ramai-ramai," jawab Ridwan.

Hakim lantas coba mengonfirmasi konteks pesan Ferdy kepada Ridwan. Ridwan meyakini pesan Sambo dapat dimaknai agar tak sampai di luar garis komando.

"Konteks jangan ramai-ramai apa?" cecar hakim. "Saat itu bagi saya maksudnya jangan sampaikan hal tersebut di luar dari garis komando, masalahnya ke Kapolres atau ke mana," jawab Ridwan.

Ridwan menyebut diminta Ferdy supaya tak menyebarkan peristiwa itu karena dianggap berhubungan dengan pelecehan terhadap Putri Candrawathi. "Karena ini terkait dengan aib keluarga, masalah pelecehan istri saya. Itu yang sempat ditekankan ke saya dengan nada yang sangat tegas," ungkap Ridwan.

Tercatat, Ridwan adalah polisi pertama yang tiba ke rumah dinas Ferdy usai Brigadir J meregang nyawa pada 8 Juli 2022. Hal ini dikarenakan Rumah AKBP Ridwan terletak di sebelah rumah dinas Ferdy.

Ridwan bahkan menyaksikan jenazah Brigadir J tergelak di dalam rumah Ferdy. Ia mengungkapkan ada tim dari Biro Provos Divpropam Polri yang tiba sebelum tim olah TKP Polres Jaksel.

"Olah TKP sama Biro Provos tiba?" tanya hakim.

"Biro Provos dulu. Setelah saya keluar, saya telepon, olah TKP, setelah saya telepon, saya lihat Provos langsung mengalir ada Benny Ali, Kombes Susanto, dan Kombes Dadang. Setelah itu mereka masuk, kemudian tak lama 5-7 menit olah TKP datang," jawab Ridwan.

Ridwan menerangkan ada pembagian tugas ketika tim olah TKP tiba. Ia lalu meminta pihak yang tak berkepentingan untuk meninggalkan TKP.

"Saya bilang, 'Mohon izin, yang nggak berkepentingan tolong keluar TKP'. Kemudian olah TKP, pemotretan, police line, kemudian potret," ungkap Ridwan.

Selain itu, Ridwan bahkan sempat melaporkan tibanya Provos lebih dulu kepada eks Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi. "Saya sampaikan ada kejadian tembak-menembak yang TKP-nya di Divpropam. Saya bilang barusan dipanggil Divpropam. Saya izin olah TKP, katanya ya sudah karena dia lagi puasa, dia istirahat, makan dulu," kata Ridwan.

Diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi turut menjadi terdakwa dalam kasus ini. JPU mendakwa kelima terdakwa dengan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait dengan pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler