Macron Tuduh Rusia Sebarkan Propaganda Anti-Prancis di Afrika

Pengaruh Prancis di benua tersebut mulai luntur dalam beberapa tahun terakhir.

EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Presiden Prancis Emmanuel Macron menuduh Rusia menyebarkan propaganda anti-Prancis di Afrika. Pengaruh Prancis di benua tersebut mulai luntur dalam beberapa tahun terakhir.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS – Presiden Prancis Emmanuel Macron menuduh Rusia menyebarkan propaganda anti-Prancis di Afrika. Pengaruh Prancis di benua tersebut mulai luntur dalam beberapa tahun terakhir.

Saat berbicara di sela-sela 18th Francophonie Summit yang digelar di Tunisia, Macron diminta menanggapi kritik yang menyebut Prancis mengeksploitasi ikatan ekonomi dan politik bersejarah di negara-negara bekas koloninya di Afrika untuk melayani kepentingannya sendiri. Macron membantah hal tersebut.

“Persepsi ini didorong oleh orang lain, ini adalah proyek politik. Saya tidak bodoh, banyak pemengaruh, terkadang berbicara di program Anda, dibayar oleh orang Rusia. Kami mengenal mereka,” kata Macron saat diwawancara TV5 Monde, dikutip laman Al Arabiya, Ahad (20/11/2022).

“Sejumlah kekuatan, yang ingin menyebarkan pengaruhnya di Afrika, melakukan ini untuk menyakiti Prancis, melukai bahasanya, menabur keraguan, tetapi yang terpenting mengejar kepentingan tertentu,” tambah Macron.

Macron mengatakan perilaku Rusia adalah "predator". “Anda hanya perlu melihat apa yang terjadi di Republik Afrika Tengah atau di tempat lain untuk melihat bahwa proyek Rusia yang sedang berlangsung di sana, ketika Prancis disingkirkan, adalah proyek pemangsaan. Itu dilakukan dengan keterlibatan junta militer Rusia,” ucapnya.

Sebagian besar bekas kolonik Prancis di Afrika berada di Afrika Barat dan Afrika Tengah. Sejak negara-negara tersebut merdeka, Paris menjalin hubungan serta kerja sama dengan mereka, termasuk di bidang militer. Prancis, misalnya, menempatkan pasukannya di Mali selama satu dekade sebagai bagian operasi kontra-terorisme.

Sejumlah kritikus menggambarkan operasi Prancis di sana sebagai kegagalan. Sebab alih-alih memperkuat keamanan, misi pasukan Prancis justru membuat kawasan tersebut semakin tak stabil.

Dalam beberap tahun terakhir, Prancis berebut pengaruh dengan Rusia di Afrika. Kontraktor militer swasta asal Rusia, Wagner Group, telah membuka operasi di beberapa negara Afrika, termasuk Republik Afrika Tengah dan Mali.

Prancis harus menarik pasukannya dari Mali setelah militer negara tersebut melakukan kudeta pada 2020. Para pemimpin militer Mali kemudian mengundang Wagner untuk membantu pertempuran selama satu dekade melawan kelompok ekstremis dan memutuskan hubungan dengan Prancis.

Rusia mengatakan Wagner tidak mewakili pemerintahan mereka atau dibayar olehnya. Namun Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi pada Wagner. Perhimpunan Benua Biru menuduhnya melakukan operasi rahasia atas nama pemerintah Rusia.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler