Polda DIY Hentikan Penyidikan Kasus Penipuan Seleksi CPNS

Akibat penipuan itu, tiga korban sebelumnya mengalami kerugian materi.

Republika/Wihdan Hidayat
Kabid Humas Polda DIY Yulianto (kiri) bersama Wakil Ditreskrimum Polda DIY Tri Panungko saat konferensi pers terkait restorative justice terhadap kasus penipuan CPNS di Mapolda DIY, Yogyakarta, Kamis (24/11/2022). Kasus penipuan perekrutan CPNS di Bantul yang melibatkan anggota DPRD Bantul dengan tersangka ESJ akhirnya berakhir damai melalui restorative justice. Penipuan ini berlangsung dalam kurun waktu 2018 dan 2019. Ada tiga korban yang melaporkan ESJ ke Polda DIY karena telah menyetor uang masing-masing Rp 75 juta, Rp 40 juta, dan Rp 150 juta namun tak kunjung diterima PNS.
Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menghentikan penyidikan kasus dugaan penipuan dan penggelapan penerimaan CPNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Kabupaten Bantul melalui keadilan restoratif ("restorative justice").

Baca Juga


"Perkaranya sudah dianggap selesai atau dalam bahasa hukumnya telah dilakukan penghentian penyidikan," kata Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Polisi Yuliyanto saat konferensi pers di Mapolda DIY, Yogyakarta, Kamis (24/11/2022).

Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY AKBP Tri Panungko menuturkan "restorative justice" bukan inisiatif kepolisian tetapi inisiatif pihak yang berperkara antara terlapor dan pelapor.

Dalam kasus itu, Polda DIY telah menetapkan tersangka, seorang anggota DPRD Bantul berinisial ESJ yang ditangkap dan ditahan di Mapolda DIY pada 30 September 2022.

Tiga laporan terkait tindak pidana yang diduga dilakukan ESJ diterima Ditreskrimum Polda DIY pada 24 Maret 2022.

Berikutnya, pada 15 November 2022 ketiga pelapor atas nama Harjiman, Sutarno, dan Agus Sumarto dengan tersangka ESJ pada akhirnya menyepakati menyelesaikan perkara itu secara kekeluargaan dengan menempuh keadilan restoratif.

Akibat penipuan itu, tiga korban sebelumnya mengalami kerugian materi dengan besaran beragam masing-masing Rp 40 juta, Rp75 juta, dan Rp150 juta.

Setelah ketiga korban tersebut menerima pengembalian uang sesuai kerugian, maka mereka kemudian mencabut laporan itu.

"Telah diselesaikan secara kekeluargaan dan kerugiannya sudah dikembalikan semuanya dan perkara tersebut kemudian kita lakukan gelar perkara untuk menghentikan penyidikan," kata Tri.

Kendati demikian, menurut Tri Panungko, Polda DIY siap menerima laporan apabila di kemudian hari ada korban lain dari kasus penipuan atau penggelapan tersebut.

"Kami dari kepolisian menunggu apabila ada korban-korban lain yang merasa pernah mengalami tindak pidana itu untuk melapor," ujar dia.

Ia mengatakan "restorative justice" telah diatur dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan.

Kasus pidana yang dapat diselesaikan melalui "restorative justice" adalah tindak pidana yang tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak pada konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, bukan tindak pidana radikal atau separatis, narkoba, dan penganiayaan atau penghilangan nyawa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler