Kontras Nilai Vonis Bebas Perkara Paniai Bahayakan Masa Depan HAM di Indonesia

Kontras menilai pembuktian dan pengadilan perkara HAM berat Pania hanya formalitas.

Republika/Rizky Surya
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Lembaga Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menyayangkan putusan vonis bebas atas terdakwa Mayor Inf. (Purnawirawan) Isak Sattu dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang mengakibatkan empat orang tewas dan 10 orang lainnya terluka pada 8 Desember 2014 di Kabupaten Pania, Papua. Isak divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (8/12/2022).

Baca Juga


"Kami menyayangkan putusan ini. Proses perkara di tataran ini sangat berbahaya bagi masa depan penyelesaian pelanggaran HAM berat, ditambah ada beberapa peraturan baru yang dikeluarkan justru akan menimbulkan pola keberulangan," tutur Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti kepada wartawan usai sidang, Kamis.

Selain terdakwa, lanjut dia, ada beberapa terduga pelaku eksekutor lapangan itu tidak diadili dalam proses sidang kali ini. Dari fakta sidang, memang diakui dan dibuktikan adanya pelanggaran HAM di Paniai. Akan tetapi, sayangnya rantai komando itu tidak bisa dibuktikan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Terdakwa sebagai perwira, kata dia, tidak dinyatakan bersalah. Pada akhirnya memperlihatkan bagaimana awal peristiwa pelanggaran HAM dari penyelidikan hingga persidangan dinilai tidak berjalan maksimal.

"Tidak ada investigasi secara menyeluruh dari Kejaksaan Agung pada pembuktian dan pengadilannya juga dinilai hanya formalitas dan sangat berbahaya bagi pelanggaran HAM berat ke depan," ungkap Fatia.

Selain itu, polemik terkait dengan hak korban bagaimana kewajiban negara dalam hal ini TNI Angkatan Darat untuk bisa memulihkan hak-hak korban usai peristiwa itu yang seharusnya diselesaikan.

"Paling penting adalah negara harus memastikan adanya pemulihan kepada korban dan keluarga korban. Hal ini karena tidak ada sebuah pelibatan sedari awal terhadap keluarga korban di dalam peristiwa Paniai ini," ujarnya.

Sebelumnya, Hakim Ketua Pengadilan HAM Sutisna Sawati menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa Isak Sattu. Dalam perkara ini, sidang dilaksanakan sebanyak 15 kali, mulai 21 September 2022, dan menghadirkan 36 orang saksi, 12 personel dari unsur Polri, 13 anggota TNI, enam saksi ahli, dan lima warga sipil. Namun, hanya dua yang hadir dalam sidang, sedangkan tiga orang lainnya dibacakan berita acara pemeriksaannya, hingga pembacaan putusan pada tanggal 8 Desember 2022.

Kasus dugaan pelanggaran HAM berat tersebut terjadi saat pembubaran unjuk rasa oleh personel militer dan aparat kepolisian terkait dengan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil 1705/Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 atas dugaan pemukulan warga pada tanggal 7 Desember 2014 ketika meminta sumbangan di jalan raya setempat untuk acara memperingati Natal.

Aparat akhirnya melakukan pembubaran paksa dan diduga menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor koramil setempat. Empat orang tewas dalam kejadian itu, yakniAlpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo,dan Simon Degeiserta 10 orang terluka.

Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu langsung meluapkan perasaannya kepada para pengunjung sidang seusai divonis bebas. Isak mengatakan, ia bersyukur dengan putusan bebas yang diketok oleh Majelis Hakim. Ia merasa vonis itu bisa diperolehnya berkat pertolongan Tuhan. 

"Saya mau bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya Tuhan satu-satunya penolong bagi saya," kata Isak kepada pengunjung sidang. 

 

 

12 Pelanggaran HAM Berat Masih Stagnan - (ANTARA)

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler