Nilai Transaksi Fintech Tetap Tinggi Meski Pendanaan Seret
Meski pendanaan industri digital turun, transaksi fintech Indonesia naik 39 persen
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Nilai transaksi fintech di Indonesia tetap tinggi meski pendanaan terhadap startup digital di kawasan Asia mengalami penurunan. Hal tersebut disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam acara Closing Ceremony 4th Indonesia Fintech Summit dan Bulan Fintech Nasional 2022.
Johnny mengungkapkan penurunan aliran pendanaan start-up digital di wilayah Asia mencapai 60 persen year-on-year (yoy) dan 33 persen quarter-to-quarter (qoq) pada kuartal ketiga 2022. Namun, nilai transaksi sektor fintech Indonesia, dengan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 39 persen, tertinggi kedua di antara negara-negara G20.
"Performa unggul ini menunjukkan Indonesia mampu menyikapi masa pandemi Covid-19 secara progresif sebagai momentum akselerasi digitalisasi sektor jasa keuangan di Indonesia," kata Johnny, Senin (12/12).
Dengan CAGR sebesar 15 persen pada 2022 hingga 2027 prognosisnya, menurut Johnny, nilai transaksi sektor fintech global diperkirakan mencapai 28 triliun dolar AS pada 2027. Kondisi optimistik ini turut dialami atau diproyeksikan oleh sektor fintech Indonesia.
Nilai transaksi kotor/gross transaction value sektor digital payment berada di kisaran 266 miliar dolar AS dan diproyeksikan akan mencapai sekitar 431 miliar dolar AS pada 2025 dengan CAGR 17 persen. Dalam merealisasikan potensi tersebut, pelaku sektor fintech perlu terus berinovasi seiring dengan perkembangan teknologi digital.
Johnny menilai adopsi teknologi membutuhkan kolaborasi multipihak, dari sektor industri, pemerintah, serta pemangku kepentingan terkait demi memastikan terwujudnya ekonomi digital nasional yang aman.
"Teknologi harus diadopsi oleh SDM yang cakap, dan memberikan dampak sosial ekonomi yang tepat sasaran, eksponensial, serta berkelanjutan, menuju Indonesia terkoneksi, makin digital makin maju," kata Johnny.