Meta Digugat 2 Miliar Dolar AS Gara-Gara Konten Kebencian di Facebook
Meta dituding memantik kerusuhan politik di Afrika.
REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI – Perusahaan Meta yang menaungi Facebook dan Instagram telah digugat di pengadilan Milimani, Kenya. Meta dituding memantik kerusuhan politik di Afrika dan dituntut membayar restitusi sebesar 2 miliar dolar AS untuk para korban.
Gugatan itu diajukan lewat sebuah petisi yang mewakili sejumlah tokoh dan lembaga. Pemohon pertama adalah Abraham Meareg, seorang akademisi Ethiopia yang ayahnya menjadi korban doxing dalam serangan rasialis di Facebook. Terdapat unggahan di platform media sosial tersebut yang menyerukan pembunuhan terhadap ayah Meareg.
Facebook dinilai tak melakukan apa pun untuk menghapus unggahan bersifat provokatif tersebut. Ayah Maereg akhirnya dibunuh tak lama kemudian. Pemohon kedua adalah Fisshea Tekle, mantan peneliti Ethiopia dan penasihat hukum di Amnesty International.
Pemohon ketiga adalah Katiba Institute, salah satu organisasi hukum terkemuka di Kenya yang dibentuk untuk membela konstitusi negara tersebut. Para pemohon telah bergabung dalam kasus ini untuk menetapkan implikasi bagi Kenya dari unggahan kebencian viral yang tidak terkendali serta kekerasan yang merajalela dari pusat Facebook di Nairobi.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Afrika telah bergabung sebagai pihak yang berkepentingan dalam kasus tersebut. Mereka antara lain Global Witness, Article 19, Law Society of Kenya, dan Amnesty International. Dalam gugatannya, para pihak menuduh Facebook menyebabkan kematian, pemindahan keluarga, fitnah individu, dan kehancuran komunitas di Ethiopia, Kenya, serta di seluruh Afrika.
Mercy Mutemi, pakar hukum yang menjadi perwakilan para pembuat petisi mengatakan, gugatan terhadap Meta diajukan karena perusahaan tersebut memprioritaskan ujaran kebencian di platform Facebook. “Serta untuk keputusan moderasi kontennya atau kurangnya investasi dalam moderasi konten,” ujar Mutemi saat berbicara kepada awak media di luar pengadilan Milimani, Rabu (14/12), dikutip Anadolu Agency.
Mutemi mengungkapkan, para pemohon atau pembuat petisi akan menuntut dana restitusi sebesar 2 miliar dolar AS kepada Facebook. Dana tersebut akan diberikan kepada korban kebencian dan kekerasan di Afrika akibat hasutan di Facebook.
Wakil Direktur Regional Amnesty International untuk Afrika Timur Flavia Mwangovya mengatakan, penyebaran konten “berbahaya” di Facebook merupakan strategi Meta untuk meraup keuntungan. “Karena sistemnya dirancang untuk membuat orang-orang tetap terlibat,” ucapnya.
Dia pun mendukung gugatan yang dilayangkan terhadap Meta di pengadilan Kenya. “Tindakan hukum ini merupakan langkah penting dalam meminta pertanggungjawaban Meta atas model bisnisnya yang berbahaya,” ujar Mwangovya.
Amnesty International menilai, Meta harus mereformasi praktik bisnisnya guna memastikan algoritme Facebook tidak memperkuat kebencian dan konflik etnis. Facebook belum memberikan komentar resmi atas gugatan yang diajukan terhadap mereka di pengadilan Kenya.