Kado Buat Mama
Jasa ibu takkan mampu dibalas oleh seorang anak, walaupun ia dinaikkan haji berkali-kali.
Kado Buat Mama
By: Syahruddin El-Fikri
Usaha Ananda untuk membahagiakan ibunya, terbayar sudah. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilannya meraih rangking pertama di sekolahnya, SD Harapan Bunda. Ia ingin menunjukkan hal itu pada ibunya, nanti sore.
Namun, ia merasa masih ada yang kurang untuk diberikan kepada ibunya tercinta. Sepulang sekolah, siswa kelas lima SD itu tak langsung pulang ke rumah. Hari Sabtu itu, sengaja ia memilih pulang agak sore. Alasan utamanya karena dia ingin membelikan bunga kesayangan ibunya, yakni mawar putih.
Tapi, ia tak punya uang. Maka, dengan berbekal keyakinan dan kerja kerasnya, Ananda mengabdikan diri untuk menjadi pembantu di sebuah warung, tak jauh dari sekolahnya. Hanya untuk hari itu saja.
Sejak pagi, Ananda sudah mempersiapkan pakaian untuk bekerja. Karena itu, sepulang sekolah, ia mampir ke Masjid untuk shalat Zhuhur, terus berganti pakaian untuk mencari mencari pekerjaan, yakni menjadi pembantu di sebuah warung.
Ia sudah mendapatkan warung yang tepat untuk pekerjaannya. Ia pun mendatangi sang pemilik warung. Ananda memohon agar diizinkan untuk bekerja hari itu, demi membahagiakan ibunya. Namun, Ananda tak menceritakan alasan lainnya.
Dengan memelas, ia berharap sang pemilik warung mengizinkannya. Hanya sampai nanti sore, sekitar pukul 17.00.
Sang pemilik warung, Angga, memerhatikan wajah Ananda dengan saksama. Setelah meneliti kesungguhan dan keseriusan Ananda, dan dengan alasan kemanusiaan, Angga pun mengizinkan Ananda bekerja di warungnya. Tapi, hanya hari itu dan sampai nanti sore. “Terima kasih, pak,” ujar Ananda kepada Angga, sang pemilik warung.
Angga berpikir keras, apa alasan sesungguhnya dari Ananda ini. “Ibu.” Ya, hanya buat ibu. Angga pun jadi teringat ibunya di kampung. “Sedang apa, beliau di rumah, ya?” batin Angga.
Angga segera melupakan bayangan ibunya. Kembali ia memerhatikan Ananda yang begitu serius bekerja. Mulai dari mengepel lantai, mencuci piring, dan membuang sampah.
Tepat pukul 17.00, Ananda berhenti bekerja. Ia pun segera mendatangi Angga, sang pemilik warung untuk memohon diri. Atas usaha Ananda, Angga memberinya upah sebesar Rp 10 ribu. Ananda pun senang dan gembira menerimanya. Berkali-kali ia mengucapkan terima kasih. “Terima kasih, pak,” jawabnya, sekaligus memohon diri untuk shalat Ashar di masjid.
Angga terus memerhatikan Ananda. Ia membuntuti anak itu. Dalam pikirannya, apa yang membuat anak sekecil itu rela bekerja keras untuk ibunya. Dan yang lucu, hanya hari itu saja. “Apakah gerangan yang diinginkan anak itu,” batin Angga.
Tak berselang lama, Ananda selesai mendirikan shalat Ashar. Selepas shalat, Ananda bergegas meninggalkan warung itu. Angga terus mengikuti kemana pun langkah kaki Ananda.
Ananda tak menyadarinya. Ananda terus berjalan, dan berjalan hingga tiba di sebuah toko bunga. Ia pun memilih bunga mawar putih yang menurutnya yang paling indah. Angga terus saja memerhatikannya.
Selepas membayar bunga itu, Ananda bergegas meninggalkan toko bunga itu. Ia berlari dan berlari. Ia tak memperdulikan orang yang berlalu lalang. Ia hanya ingin sesegera mungkin menemui ibunya, sekaligus memberikan bunga mawar kesukaan ibunya, sekaligus menunjukkan hasil ujiannya.
Angga terus mengikuti Ananda. Ia mengawasi gerak-gerik anak itu dengan menggunakan mobilnya.
Aneh Ananda tak berhenti di kampung itu. Sebaliknya, Ananda justru terus berjalan menuju ke pinggiran hutan. Angga pun mengikutinya. Sesampai di pinggiran hutan, Angga turun dari mobilnya. Perlahan-lahan ia mengikuti Ananda yang terus membawa seikat bunga mawar putih dan tas sekolahnya.
Di dalam hutan, Angga menyaksikan keanehan lagi. Ternyata, lokasi yang didatangi Ananda adalah pemakaman. “Lalu apa maksud Ananda untuk membahagiakan ibunya?” batin Angga.
Ananda terus berjalan, dan akhirnya berhenti di sebuah makam. Di depan pusara itu, Ananda langsung meletakkan bunga mawar putih yang dibawanya. Di pusara itu, Ananda duduk bersimpuh dan berdoa.
“Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua ibu bapakku. Ampunilah kesalahan mereka, dan kasihilah keduanya sebagaimana mereka mengasihiku selagi kecil.”
“Wahai ibu, maafkan anakmu ini. Ananda tak bisa memberikan apa-apa buat ibu. Hari ini, bertepatan dengan hari ulang tahun ibu, dan wafatnya ibu. Dan hari ini juga, bertepatan dengan hari lahir Ananda, 10 tahun silam.”
“Ibu, maafkan Ananda. Ananda hanya bisa memberikan bunga mawar putih, kesukaan ibu seperti yang Ananda lihat dalam mimpi. Semoga, mawar ini bisa membuat ibu senang dan bahagia di alam sana.”
“Ibu, Ananda berjanji akan selalu berbakti sama ibu. Ananda berjanji akan selalu bertakwa kepada Allah. Ananda berjanji akan selalu mengunjungi ibu, dimana pun kelak Ananda tinggal.”
“O ya bu, Ananda hari ini bahagia sekali. Karena, usaha Ananda untuk membahagiakan ibu dengan belajar sungguh-sungguh, telah membuahkan hasil. Ananda jadi yang terbaik di sekolah. Ini hasilnya bu ” kata Ananda sambil mengeluarkan laporan hasil ujian yang diterimanya tadi pagi di sekolah. Laporan itu, ia tunjukkan ke nisan pusara ibunya.
Setelah dirasa cukup dan waktu yang sudah senja, Ananda segera pulang yang rumahnya tak jauh dari kompleks pemakaman itu.
Sementara itu, di balik pohon, Angga segera berlalu. Ia mendengar doa dan kisah Ananda. Ia malu Dirinya merasa kalah berbakti dengan kualitas yang ditunjukkan Ananda.
Segera ia memacu kendaraannya ke luar kota. Ia menuju desa kelahirannya. Baru baru menyadari, bahwa hari itu juga hari ulang tahun ibunya. Karenanya, ia ingin sungkem kepada ibunya yang telah lama ia lupakan.
“Maafkan aku, ibu .” kata Angga.
*****
Tulisan ini, terinspirasi dari sebuah iklan yang sering ditampilkan di televisi,