Nataru Dinilai Momentum Bekerja Sama Merawat Semangat Kebangsaan

Masyarakat diharap tidak mudah terpancing oleh provokasi dan tindakan destruktif.

Republika/Yasin Habibi
Ilustrasi keberagaman dan persatuan.
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang akhir tahun ini terdapat momen Natal dan tahun baru (Nataru). Momen kebahagiaan ini semestinya digunakan untuk saling menjaga yang sejatinya akan menciptakan kerukunan dan merawat semangat kebangsaan yang sekaligus dapat meredakan konflik karena perbedaan kepercayaan.


Sekretaris Eksekutif bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Jimmy Sormin, menilai momentum kebangsaan dalam perayaan Natal dan Tahun Baru 2023 harus bisa dioptimalkan oleh segenap masyarakat sebagai kesempatan untuk bekerja sama merawat semangat kebangsaan.

"Momentum ini tergantung bagaimana kita mengoptimalkan masa perayaan ini sebagai kesempatan untuk menghayati dan bekerja sama lebih baik lagi dalam membangun serta merawat semangat kebangsaan kita," ujar Jimmy Sormin di Jakarta, Sabtu (24/12/2022).

Tak hanya itu, dirinya melanjutkan bahwa diperlukan kesadaran dan tindakan konkrit oleh seluruh masyarakat bangsa ini dalam menghargai, mengasihi dan melindungi sesama manusia dalam keberagamannya yang dimiliki bangsa ini serta kesadaran bahwa sebagai warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.

"Sebagai warga negara, tentunya kita memiliki hak dan kewajiban yang sama secara hukum. Sekalipun sikap diskriminatif itu tetap kita alami, tentunya perlu menempatkan kasih di atas segala respons terhadap hal tersebut, dan tentu dengan menempuh atau mentaati hukum yang berlaku," jelasnya.

Pria yang meraih gelar Master di Universitas Gajah Mada (UGM) ini menilai guna mengurangi risiko terjadinya hal tersebut, dirinya berharap masyarakat untuk tidak mudah terpancing oleh provokasi dan tindakan destruktif bagi keutuhan bangsa.

"Modal sosial yang ada di masyarakat itulah sebagaimana tradisi silaturahmi, gotong-royong, saling membantu, serta kebudayaan lainnya, yang perlu disegarkan kembali dan direvitalisasi," ucapnya.

Tak hanya itu, para tokoh agama juga diharapkan mampu memberikan contoh keteladanan yang dapat menginspirasi dan menggerakan masyarakat, seperti kolaborasi serta persahabatan antar tokoh agama dinilai menjadi salah satu kunci.

"Jika keteladanan yang diberikan adalah sikap yang santun, menghargai perbedaan, membela kebenaran dan keadilan, menyampaikan narasi-narasi damai dalam khotbah, sikap dan program sehari-harinya, niscaya memengaruhi sikap umat atau masyarakat," ujar Jimmy.

Antar tokoh agama dan ormas juga sudah semestinya menampilkan persahabatan dan kerja sama dalam membangun keadaban dan kesejahteraan bersama antara umat beragama. "Kolaborasi-kolaborasi jugalah sangat dibutuhkan dan harus dilakukan dengan niat baik dan tulus demi kemaslahatan dan keberlangsungan Nusantara tercinta ini," katanya.

Untuk itu, PGI dalam upaya membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya saling melindungi dan menjaga antar umat beragama turut mengembangkan program guna mengahdirkan ruang perjumpaan antar umat beragama, meningkatkan literasi dan semangat kebangsaan serta perdamaian.

"Kami juga terus mengembangkan narasi-narasi tentang perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan untuk menjadi semangat yang melandasi berbagai program atau pelayanan di PGI," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler