WHO Butuh Informasi Perinci untuk Menilai Situasi Covid-19 di China
Infeksi Covid-19 telah meningkat di seluruh China bulan ini.
REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membutuhkan lebih banyak informasi untuk menilai lonjakan infeksi terbaru di China. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, tindakan itu diperlukan dalam penilaian risiko dari situasi yang berkembang.
"Untuk membuat penilaian risiko yang komprehensif dari situasi Covid-19 di #Cina, WHO membutuhkan informasi lebih rinci," kata Tedros melalui Twitter pada Kamis (29/12/2022) malam.
Infeksi Covid-19 telah meningkat di seluruh China bulan ini setelah pemerintah menghapus kebijakan "nol-Covid", termasuk pengujian PCR reguler pada populasinya. Kondisi ini membuat Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Italia, Jepang, dan Taiwan telah memberlakukan tes Covid-19 untuk pengunjung dari China.
Italia bahkan mendesak seluruh Uni Eropa untuk mengikuti jejaknya pada Kamis. Namun, Prancis, Jerman, dan Portugal menegaskan tidak melihat perlunya pembatasan baru. Sementara Austria telah menekankan manfaat ekonomi dari kembalinya turis China ke Eropa. Pengeluaran global oleh pengunjung China bernilai lebih dari 250 miliar dolar AS setahun sebelum pandemi.
Negara berpenduduk 1,4 miliar orang melaporkan satu kematian Covid-19 baru untuk Kamis, sama seperti hari sebelumnya. hCina mengatakan hanya menghitung kematian pasien Covid-19 yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas sebagai terkait Covid-19.
Jumlah kematian resmi China 5.247 sejak pandemi dimulai dibandingkan dengan lebih dari sejuta kematian di Amerika Serikat. Hong Kong yang dikuasai China, kota berpenduduk 7,4 juta, telah melaporkan lebih dari 11 ribu kematian.
Namun, perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris Airfinity mengatakan pada Kamis, sekitar 9.000 orang di China mungkin meninggal setiap hari akibat Covid-19. Kematian kumulatif di China sejak 1 Desember kemungkinan mencapai 100 ribu dengan total infeksi 18,6 juta.