Malaysia Dinilai Bakal Diuntungkan dari Larangan Ekspor Bauksit Indonesia

Malaysia akan mendulang keuntungan dari kebijakan larangan ekspor bauksit Indonesia.

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Indonesia akan menghentikan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023 untuk medorong industri pengolahan dalam negeri.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Malaysia yang pernah menjadi salah satu dari 10 pemasok bauksit terbesar dunia ke Cina akan mendulang keuntungan dari kebijakan terbaru Indonesia berupa larangan ekspor bauksit yang dimulai Juni 2023. Berdasarkan data Bea Cukai Indonesia, Cina mengimpor 17,8 juta ton bauksit pada 2021.

Baca Juga


Itu menyumbang sekitar sekitar 15 persen dari total impornya. Cina sebagai konsumen terbesar dunia mengimpor 107,42 juta ton bauksit pada 2021 menurut data dari Statista, dikutip dari The Straits Times, Selasa (3/1/2023).

“Dalam situasi ini, jika suatu negara (Indonesia) telah memberlakukan larangan ekspor bauksit, maka permintaan global akan beralih ke negara lain mana pun yang dapat memasok sumber daya tersebut,” kata Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim Malaysia Nik Nazmi kepada The Straits Times.

Ia menilai, permintaan bauksit kepada Malaysia akan tinggi, terutama dari Cina. Meski begitu, Malaysia telah memberlakukan batas atas ekspor bauksit sebesar 600 ribu ton per bulan sejak 2019. Namun, batas ekspor saat ini dinilai masih kurang dimanfaatkan dan tidak perlu ditingkatkan untuk Malaysia untuk memenuhi permintaan dari Cina pada 2023.

Indonesia adalah produsen bauksit terbesar keenam di dunia sekaligus sumber utama aluminium. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah proteksionis untuk menghentikan ekspor mulai Juni 2023. Ini menjadi sebuah langkah untuk mendorong pengolahan mineral di dalam negeri yang akan menciptakan pertumbuhan, meningkatkan kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan negara.

Kebijakan itu memang bisa membuka jalan bagi Malaysia untuk muncul sebagai produsen utama di belakang permintaan yang melonjak dari Cina. Namun, pada 2019, peringkat Malaysia turun menjadi 18 di antara 20 produsen terbesar dunia setelah larangan penambangan selama tiga tahun diberlakukan pada 2016 karena penambangan yang tidak diatur di negara bagian Pahang.

Penambangan bauksit menjadi kontroversi nasional dan dikritik oleh pecinta lingkungan setelah limpasan dari timbunan yang tidak aman mencemari sumber air, menodai jalan, sungai, dan perairan pesisir menjadi merah. Produksi bauksit Malaysia tercatat mencapai 27,7 juta ton pada 2015, kemudian turun lebih dari 96 persen menjadi hanya 900.561 ton pada 2019, menurut Departemen Mineral dan Geosains.

Selanjutnya, ekspor Malaysia juga menyusut sekitar 74 persen menjadi sekitar 912.118 ton pada 2019 dari 3,5 juta ton pada 2015.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler