3 Kategori Manusia Sikapi Kehidupan Dunia yang Melenakan, Ini Penjelasan Habib Taufiq
Kehidupan dunia merupakan ladang beramal bagi setiap umat manusia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kehidupan dunia merupakan fatamorgana yang mesti disikapi dengan bijak oleh setiap Muslim. Manusia terbagi kepada tiga kategori dalam menyikapi dunia.
"Allah SWT mewanti-wanti jangan kamu berlebihan untuk hajat kamu di atas dunia. Mengajarkan untuk zuhud daripada dunia. Allah SWT izinkan untuk mengambil sesuai dengan keperluan hajat masing-masing, untuk bagaimana menjalani kehidupan dunia dan mengais keuntungan akhirat," kata Ketua Umum Rabithah Alawiyyah yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Suniyyah Salafiyah Pasuruan, Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf dalam kajian kitab Fushul al-Ilmiyah karya Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad, dikutip dari akun resmi Youtube Sunsal Media, Selasa (3/1/2022).
Kategori pertama yaitu manusia yang mengambil dunia kurang dari pada hajatnya. Dia memiliki kemapuan atau pun kesempatan untuk meraih segalanya di dunia, namun dia tidak mau.
Bahkan bila datang padanya harta yang berlebih dia segera mengeluarkannya atau memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Habib Taufiq mengatakan ini merupakan derajat para nabi dan rasul. Sebagaimanan Nabi Muhammad SAW yang ditawarkan hidup penuh dengan banyak harta namun memilih hidup dalam keadaan miskin.
Ini juga merupakan derajat para pewaris nabi dan orang-orang zuhud. Mereka tidak terpedaya kemewahan, pangkat atau pun jabatan. Mereka memiliki kekhawatiran terjerumus cinta dunia.
Kategori kedua yaitu manusia yang mengambil dunia sesuai hajatnya dan menggunakannya dengan betul-betul, hati-hati dan teliti. Manusia jenis ini tidak menggebu-gebu untuk mengejar-ngejar kehidupan dunia.
Dia hanya mengambil sedikit saja untuk kebutuhannya dalam rangka taat kepada Allah SWT. Bahkan ketika dirinya memilih harta, harta tersebut digunakan dengan hati-hati, dikeluarkan untuk kemaslahatan dan ibadah kepada Allah SWT.
Kategori ketiga yaitu manusia yang mengambil dunia lebih dari pada hajatnya atau kebutuhannya. Habib Taufiq mengatakan kategori ini terbagi menjadi beberapa macam. Ada manusia yang mengambil dunia melebihi kebutuhannya namun digunakan untuk ibadah.
Misalnya seseorang yang bekerja hingga memiliki banyak harta , dan harta yang lebih itu gunakan untuk berinfak, bersedekah, membangun berbagai sarana dan prasarana ibadah dan lainnya.
Namun demikian jenis manusia seperti tersebut harus berhati-hati jangan sampai menunda-nunda kebaikan seperti menunda bersedekah sementara hartanya terus menerus bertambah. Ini dapat membuatnya menjadi manusia yang menumpuk-numpuk harta.
Baca juga: Nasib Tragis Pendeta Saifuddin Ibrahim Penista Alquran, Jadi Pemulung di Amerika Serikat?
Ada juga manusia yang mengambil dunia lebih dari pada hajatnya atau kebutuhannya namun harta yang lebih itu ditasarufkan atau digunakan untuk hal-hal yang mubah. Seperti membeli kendaraan, membeli rumah, dan lainnya.
Meski begitu manusia jenis ini tetap akan mendapat rahmat Allah SWT bila dirinya menyadari bahwa dirinya belum bisa masuk tergolong pada orang-orang zuhud, akan tetapi ia sangat menghormati dan mencintai orang-orang yang zuhud.
Sementara itu ada juga manusia yang mengambil dunia lebih dari pada hajatnya atau kebutuhannya untuk sekedar bermewah-mewahan dan memanjakan hawa nafsu.
"Semakin lupa pada Alla SWT, semakin cinta pada dunia. Malah dia mengejek kepada orang yang zuhud. Dia lebih mengutamakan pada orang-orang yang maju urusan dunianya dari pada orang yang zuhud," kata Habib Taufiq.
Lebih celaka lagi, menurut Habib Taufiq adalah orang yang mengambil dunia berlebih-lebihan namun menyebut-nyebut atau menganggap dirinya masih dalam kekurangan.
Maksudnya orang tersebut merasa tidak puas dengan segala yang didapatnya di dunia. Bahkan dia pun kerap mengaku-ngaku telah memberikan bantuan kepada orang lain dengan hartanya namun pada kenyataannya hal tersebut tidak terjadi.
"Kalau Anda tak bisa mengendalikan dunai jangan Anda cinta dunia, jadilah orang zuhud. Kalau Allah takdirkan kamu berlimpah hartanya, maka kesempatan kamu untuk jadikan bekal akhirat kamu, karena sesungguhnya harta jika tidak dijadikan bekal akhirat akan menjadi masalah besar nanti di akhirat dalam hisab," kata Habib Taufiq.