Mahfud Bantah Tim PPHAM Berupaya Hidupkan Kembali Komunisme
Tim PPHAM menetapkan peristiwa 1965-1966 sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menepis tudingan yang sempat beredar di masyarakat bahwa pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM) untuk menghidupkan kembali komunisme di Tanah Air.
Tudingan itu sempat merebak karena kerja Tim PPHAM yang meninjau sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa 1965-66. "Itu tidak benar karena berdasarkan hasil tim ini, justru yang harus disantuni bukan hanya korban dari PKI, tetapi juga direkomendasikan korban kejahatan yang muncul saat itu, termasuk para ulama dan keturunannya," kata Mahfud di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).
Baca: Presiden Jokowi Sebut Ada 12 Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu
Mahfud yang juga menjabat Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM mewakili tim tersebut menyampaikan laporan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Laporan tersebut menjadi bukti tudingan terkait upaya membangkitkan komunisme sama sekali tidak benar.
"Tidak benar, ini misalnya mau memberi angin kepada lawan Islam karena (peristiwa pembunuhan) dukun santet di Banyuwangi itu yang akan diselesaikan dan disantuni atas rekomendasi Tim PPHAM ini semuanya ulama," ujar mantan ketua MK tersebut.
Mahfud mengajukan argumen serupa mengenai misalnya korban sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh, yang menurut dia, seluruhnya Islam. "Kenapa harus dikatakan bahwa ini untuk mendiskreditkan Islam? Untuk memberi angin kepada PKI? Itu sama sekali tidak benar karena soal PKI itu sudah ada TAP MPR-nya," ujar Mahfud.
Tim PPHAM selain merekomendasikan pemenuhan santunan bagi para korban juga menyampaikan sejumlah rekomendasi sosial, politik, dan ekonomi kepada Presiden Jokowi. "Termasuk pendidikan HAM kepada keluarga besar TNI dan Polri sudah disampaikan," kata Mahfud.
Selepas serah terima Laporan Tim PPHAM, Presiden Jokowi, menyatakan mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu. Pihaknya mewakili pemerintah Indonesia menegaskan, penyesalan mendalam atas peristiwa tersebut.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia berat memang terjadi di berbagai di berbagai peristiwa," kata Jokowi.