Garda Revolusi Iran: Umat Islam akan Balas Dendam pada Charlie Hebdo
Charlie Hebdo terbitkan kartun Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Kepala Korps Garda Revolusi Iran Mayor Jenderal Hossein Salami mengecam majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, karena menerbitkan sejumlah kartun Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Salami mengatakan, umat Islam, cepat atau lambat, akan membalas hinaan tersebut.
Penerbitan kartun-kartun Khamenei merupakan bentuk dukungan Charlie Hebdo atas gelombang unjuk rasa yang tengah berlangsung di Iran sejak September tahun lalu. Aksi itu dipicu kematian perempuan bernama Mahsa Amini (22 tahun) yang diduga tewas di tangan polisi moral Iran.
“Anda telah membuat kesalahan besar, tetapi cepat atau lambat umat Islam akan membalas dendam, dan Anda dapat menangkap para pembalas, tetapi yang mati tidak akan hidup kembali,” kata Hossein Salami mengomentari tentang penerbitan kartun-kartun Khamenei oleh Charlie Hebdo, Selasa (10/1/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Dia menyinggung tentang serangan terhadap novelis Salman Rushdie pada Agustus 2022. Menurut Salami, serangan serupa dapat terjadi terhadap para staf atau pegawai Charlie Hebdo. “Saya merujuk orang Prancis dan direktur lembaga ini (Charlie Hebdo) pada nasib Salman Rushdie,” ujarnya.
Salman Rushdie (75 tahun) ditikam saat hendak memberikan kuliah tentang kebebasan artistik di Chautauqua Institution, New York, Amerika Serikat (AS), 12 Agustus lalu. Pelaku penikaman adalah Hadi Matar, seorang pria keturunan Lebanon berusia 24 tahun yang besar di AS. Matar didakwa dengan pasal percobaan pembunuhan tingkat dua dan pasal penyerangan. Ia terancam hukuman 25 tahun penjara.
Namun Matar telah mengaku tak bersalah atas aksi penusukan yang dilakukannya terhadap Rushdie. Persidangan kasusnya dijadwalkan dilanjutkan pada September mendatang.
Selama lebih dari 30 tahun, Salman Rushdie kerap menerima ancaman pembunuhan. Hal itu karena bukunya kontroversialnya yang berjudul "The Satanic Verses". Buku yang diterbitkan pada 1988 itu dianggap menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Beberapa bulan setelah bukunya dirilis, pemimpin tertinggi Iran pada era itu, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan dekret yang menyerukan umat Islam untuk membunuh Rushdie. Hingga kini dekret tersebut belum dicabut. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan, dekret yang diterbitkan Khomeini tak bisa dibatalkan.