Hakim Agung Israel: Rencana Reformasi Netanyahu Ancam Sistem Peradilan
Netanyahu berjanji akan menjaga independensi peradilan.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pimpinan Mahkamah Agung Israel mengatakan rencana reformasi yudisial yang diusulkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan menghancurkan sistem peradilan dan merusak demokrasi Israel.
Kepala Hakim Agung Esther Hayut mengeluarkan peringatan keras dalam merespon rencana yang didukung Netanyahu. Rencana itu termasuk membatasi keputusan Mahkamah Agung pada langkah pemerintah atau undang-undang parlemen atau Knesset dan memperkuat wewenang politisi memilih hakim.
"(Rencana itu) bukan rencana untuk memperbaiki sistem peradilan tapi rencana itu untuk menghancurkannya," kata Hayut dalam pidatonya di televisi, Kamis (12/1/2023).
Ia mengatakan rencana reformasi itu akan menimbulkan pukulan fatal pada independensi hakim dan kemampuan mereka dalam melayani masyarakat. "Artinya rencana ini adalah untuk mengubah identitas demokrasi negeri hingga tidak bisa dikenali," tambahnya.
Menteri Kehakiman Yariv Levin membela reformasi yang ia usulkan. Ia mengkritik apa yang ia sebut 'seruan untuk membakar jalanan.'
Ia mengatakan rencananya untuk menyeimbangkan cabang pemerintah sehubungan jangkauan yudisial. Jaksa Agung Gali Baharav-Miara juga mengeluarkan peringatan mengenai rencana tersebut.
"Usulan legislasi, bila diterapkan dalam bentuk yang sekarang, akan mengarah pada sistem check and balances yang tidak seimbang, prinsip mayoritas yang berkuasa akan mendorong nilai-nilai demokrasi lain ke sudut," katanya dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Kehakiman Israel.
Proposal reformasi itu menimbulkan kekhawatiran di Israel dan luar negeri. Sebab dapat digunakan Netanyahu atau mitra koalisi ultra-nasionalisnya untuk membuka jalan mengganggu liberal sekuler dan minoritas.
Netanyahu yang kembali menjabat sebagai perdana menteri bulan lalu mengatakan ia akan menjaga independensi peradilan. Politisi veteran itu disidang atas dakwaan korupsi.