Mayoritas Parpol di DPR Sekadar Bersikap atau Coba Mempengaruhi MK?
Delapan fraksi di DPR terus suarakan penolakan sistem proporsional tertutup pemilu.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febryan A
Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini diketahui telah menerima gugatan terhadap UU Pemilu terkait pasal sistem proporsional terbuka dalam penentuan calon anggota legislatif (caleg). Sebanyak delapan fraksi atau mayoritas fraksi di DPR pun belakangan melancarkan upaya-upaya 'mempengaruhi' MK sebelum mengambil putusannya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Jumat (13/1/2023) mengatakan, sebanyak delapan fraksi telah menyatakan bahwa mereka menolak sistem proporsional tertutup digunakan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. Dari sembilan fraksi yang ada di DPR, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak bergabung dalam pernyataan bersama tersebut.
"Dalam putusan itu kan biasanya hakim ada pertimbangan-pertimbangan dalam putusan. Kami harapkan bahwa pertimbangan itu juga mempertimbangkan aspirasi dari sebagian besar pengikut yang mengikuti kontestasi di pemilihan legislatif," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Menurut Dasco, pernyataan bersama tersebut perlu menjadi pertimbangan, sebab delapan fraksi tersebut memiliki jumlah anggota legislatif yang sangat banyak. Apalagi mereka adalah orang-orang yang berkontestasi langsung pada pemilihan umum.
"Ini kan delapan fraksi ini mempunyai jumlah anggota DPR yang banyak, anggota DPRD yang banyak dan jumlah calon anggota DPR RI dan DPRD yang banyak," ujar Dasco.
Penolakan atas sistem proporsional tertutup dalam penyelenggaraan pemilu oleh KPU sebelumnya memang telah disuarakan oleh delapan fraksi dari 10 fraksi yang ada di DPR. Terkait hal itu, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menyatakan suara DPR mengikuti suara mayoritas fraksi, menolak sistem proporsional tertutup tersebut.
Suara delapan fraksi di DPR RI tersebut disampaikan menindaklanjuti pernyataan para ketua umum dari delapan partai yang menolak sistem itu pada Ahad, 8 Januari 2023 lalu. Mereka para ketua umum dan perwakilan partai tegas menolak rencana pemilu kembali digelar dengan sistem proporsional tertutup.
Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan delapan partai memiliki sikap bersama, yakni mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka. ”Disepakati bahwa suara dari delapan fraksi itu setuju tetap pada posisi menerapkan sistem proporsional terbuka pada pemilu tahun 2024," kata Ahmad Doli, Rabu (11/1/2023).
Selanjutnya, kedelapan fraksi ini diberikan arahan, khususnya di Komisi III menjadi tim kuasa hukum dari DPR setiap ada perkara di MK. Di mana, Komisi III untuk menyepakati suara yang akan disampaikan menjadi penjelasan pada sidang-sidang di MK adalah suara DPR.
"Suara DPR mewakili suara mayoritas tetap mempertahankan proporsional terbuka,” jelas Ahmad Doli yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (17/1/2023) dijadwalkan akan menggelar sidang lanjutan perkara uji materi atas penggunaan sistem pemilihan legislatif (pileg) proporsional terbuka. Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, sidang lanjutan itu hakim akan memeriksa perkara yang digugat dengan meminta keterangan pihak-pihak terkait.
"Sidang ketiga ini dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan Pihak Terkait KPU," kata Fajar kepada wartawan, Senin (9/1/2023).
Fajar mengatakan, keterangan dari tiga pihak tersebut bakal dijadikan pertimbangan oleh hakim konstitusi. Terkait kapan hakim konstitusi bakal membuat putusan atas gugatan ini, Fajar tidak bisa memastikan karena durasi persidangan sangat bergantung pada dinamika yang terjadi.
Sebelumnya, gugatan uji materi atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka, ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan. Para penggugat, yang dua di antaranya merupakan kader PDIP dan Nasdem, meminta hakim konstitusi memutuskan pasal tersebut melanggar UUD 1945, dan mengembalikan penggunaan sistem proporsional tertutup.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menegaskan, bahwa pihaknya memang mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilu. Namun tegasnya, PDIP akan menaati apa pun putusan MK nantinya.
Hasto pun menghormati sikap delapan partai politik yang ada di DPR dalam menolak sistem proporsional tertutup. Menurutnya, sikap tersebut merupakan bagian dalam demokrasi di Indonesia.
"Pertemuan (delapan pimpinan parpol) yang ada di Hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita," ujar Hasto di kawasan Tanah Tinggi, Jakarta, Ahad (8/1/2023).
Bertemunya delapan ketua umum yang menolak sistem proporsional tertutup juga dinilainya hal yang lumrah. Apalagi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga kerap melakukan hal yang serupa.
"Proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal) yang Rp 5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp 100 miliar untuk menjadi anggota dewan," ujar Hasto.
"Maka ada kecenderungan struktur anggota dewan, banyak yang didominasi para pengusaha," sambungnya.
Partai Bulan Bintang (PBB) menjadi parpol yang ikut mendukung pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup atau hanya coblos gambar partai. Dukungan PBB itu ditunjukkan lewat pengajuan diri sebagai pihak terkait untuk sidang gugatan uji materi atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka.
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra bersama Sekretaris Jenderalnya Afriansyah Noor mendaftar sebagai pihak terkait secara langsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (13/1/2023). Yusril menyebut, PBB sudah berkomunikasi dengan PDIP sebelum mengajukan permohonan sebagai pihak terkait.
"Ini kerja sama yang baik lah antara PDIP dan PBB. Ini awalnya dan akan berlanjut terus Insya Allah untuk waktu yang akan datang, sehingga kelompok nasionalis dan Islam bisa bersatu," kata Yusril kepada wartawan di Gedung MK.
Kendati begitu, Yusril menyadari bahwa sikap PBB dan PDIP mendukung sistem proporsional tertutup ini berseberangan dengan mayoritas partai politik di Tanah Air. Delapan partai parlemen dan sejumlah partai non-parlemen diketahui mendukung sistem proporsional terbuka. Bahkan tiga partai sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait ke MK untuk mendukung sistem proporsional terbuka.
"Memang pendapat kami ini tidak didukung oleh mayoritas partai. Kelihatannya yang sepedapat hanya PDIP dengan PBB," ujar Yusril.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyoroti langkah delapan partai parlemen menyatakan sikap menolak pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Menurut Ujang, gerakan delapan partai itu bisa mempengaruhi putusan MK.
"Bisa saja gerakan delapan partai ini mempengaruhi putusan MK karena hakim MK pasti punya kontak dengan anggota DPR, begitu pun sebaliknya," kata Ujang kepada Republika, Ahad (8/1/2023).
Menurut Ujang, gerakan delapan partai yang terdiri atas partai oposisi dan partai pendukung pemerintah itu didasarkan atas sebuah pemahaman bahwa hakim MK tak terlepas dari kepentingan-kepentingan politik ketika membuat keputusan. Apalagi, tiga dari sembilan hakim MK dipilih oleh DPR.
Tiga hakim MK lainnya dipilih oleh Presiden, dan tiga lagi oleh Mahkamah Agung (MA). Bisa jadi, kata Ujang, delapan partai itu mendeteksi ada upaya dari PDIP mempengaruhi hakim MK untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup. Pengaruh PDIP tentu besar karena merupakan partai penguasa saat ini.
"Karena itu, untuk membatasi atau menolak pengaruh-pengaruh tersebut, akhirnya delapan partai itu suka tidak suka harus melakukan gerakan bersama, perlawanan bersama. Mereka berupaya melawan pengaruh (PDIP) yang ingin sistem proporsional tertutup kembali diterapkan," ungkap Ujang.