Pernyataan Megawati ke Jokowi, Bentuk Cinta atau Kuasa?
Megawati berseloroh Jokowi akan kasihan jika tidak ada PDIP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sepekan terakhir, jagat media sosial ramai dengan meme dan cuplikan pidato Megawati Soekarnoputri di HUT ke-50 PDIP beberapa waktu lalu.
Salah satu bagian yang disoroti yakni pernyataan Megawati tentang Presiden Joko Widodo. Megawati mengungkapkan candaan yang seolah menyudutkan Presiden. Bagi Megawati, Jokowi kasihan jika tidak menjadi bagian dari keluar banteng.
"Pak Jokowi iku yo ngono lho mentang-mentang. Lho iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDIP juga aduh kasihan dah," ujar Megawati dalam pidato perayaan HUT ke-50 PDIP di JIExpo, Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Pernyatan tersebut disampaikan langsung oleh Megawati di depan Jokowi yang ikut hadir dalam helatan tersebut. Bagaimana pun Jokowi sebagai seorang presiden juga merupakan anggota partai moncong putih itu.
Namun itu bukan pernyataan pertama Megawati yang dianggap sejumlah pihak kurang tepat kepada Presiden. Pada 2015 lalu, Megawati menyatakan bahwa Presiden dari PDIP juga merupakan bagaian dari petugas partai.
Pernyaan itu disampaikan berulang di beberapa kesempatan dan telah diklarifikasi Megawati. Putri Bung Karno itu menegaskan siapa pun yang jadi anggota PDIP merupakan petugas partai, termasuk ia di posisi ketum.
Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai candaan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat ulang tahun ke-50 PDIP beberapa hari lalu tidak etis. Megawati, kata ia, menganggap remeh dengan menyebut Jokowi tidak ada apa-apanya kalau tidak ada PDIP.
"Maka candaan politik Mega keterlaluan. Karena Jokowi merupakan Presiden RI," kata Najmuddin, Jumat (13/1/2023).
Mestinya sebagai tokoh besar Parpol, Megawati menurut Najmuddin harus pandai memilih pesan-pesan politik walau lewat bercanda. Najmuddin melihat dari keseluruhan momen ultah PDIP kemarin, terlihat Megawati ingin dinilai lebih kharismatik dan punya kepemimpinan lebih kuat dari seorang Jokowi.
Namun anehnya lanjut Najmuddin, Jokowi pada momen tersebut terlihat santai saja. Seharusnya sebagai seorang kepala negara, Jokowi memberi kesan bahwa ia tersinggung dengan candaan Mega tersebut.
"Jokowi sebagai seorang Kepala negara justru tidak memperlihatkan Ketersinggungan. Hal ini menurut saya pertaruhan kredibilitas kualitas leadership dan kharismatik," ujar Najmuddin.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, menyebut pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam HUT Ke-50 partai tersebut tidak mengerdilkan posisi Presiden Joko Widodo.
"Harus dipahami bahwa memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didesain merupakan acara internal partai," kata Haryadi dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, yang paling banyak diundang hadir adalah level Akar Rumput yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tak semuanya diundang.
"Layaknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun," ucap Haryadi juga menjabat sebagai komisaris utama PT Brantas Abipraya (Persero) itu
Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan.
Sekjen PDIP Hasto menilai forum HUT ke-50 merupakan kegiatan kangen-kangenan. Pernyataan Megawati merupaka bukti bahwa PDIP akan selalu bersama dengan Presiden Jokowi.