SBY Imbau Pemerintah Jaga Netralitas, Sudirman Said: Supaya Pemilu Adil-Kredibel
Safari politik yang dilakukan Presiden Joko Widodo seyogianya tak dilanjutkan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menilai pernyataan politis Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan angin segar bagi demokrasi Indonesia. Menurut dia, pernyataan dari dua petinggi Partai Demokrat tersebut mewakili kerisuan yang dirasakan sebagian masyarakat.
“AHY dan SBY menyampaikan pesan kuat dan harapan agar penyelenggara pemilu, aparat negara dan pemerintah bisa menjaga netralitas. Baik TNI, BIN, Polri dan KPK. Lembaga negara dan penegak hukum jangan jadi alat politik,” tutur Sudirman, di Jakarta, Sabtu (14/1/2023).
Sebelumnya, AHY dan SBY memberikan pernyataan terkait Pemilu 2024. Mereka berharap, Pemilu 2024 terlaksana dengan adil bagi semua kontestan. AHY dan SBY mengimbau penyelenggara pemilu, pemerintah dan penegak hukum mampu melindungi kedaulatan rakyat sebagai pemilik suara dalam iklim demokrasi.
“Pesan dari Presiden SBY meminta agar pemerintah tidak mencampuri terlalu jauh kontestasi Pemilu 2024. Ini pernyataan yang membawa angin segar bagi demokrasi. Mengapa? Karena sudah sepatutnya partai politik itu menjadi penyuara aspirasi publik,” ujar Sudirman.
Ia mengatakan, pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat. Pasalnya, beragam praktik yang mengarah pada upaya menodai kredibilitas Pemilu 2024 mulai bermunculan.
“Seperti diberitakan bahwa mulai datang sekelompok masyarakat yang melaporkan ke DPR dalam rapat dengar pendapat bahwa ada potensi dan risiko kecurangan yang dilakukan oleh aparat penyelenggara Pemilu. Hal itu (laporan) yang sangat baik dan harus dihidupkan,” katanya.
Sudirman menuturkan, masyarakat merindukan suara-suara seperti yang dikatakan AHY dan SBY. Ia menegaskan, safari politik yang dilakukan Presiden Joko Widodo yang akan segera menyelesaikan tugasnya seyogianya tidak dilanjutkan. Jangan ada kesan Presiden mendorong atau membuka pintu bagi calon tertentu, dan menutup pintu bagi calon yang lain. Hal ini mencederai demokrasi.
“Ada ucapan, tindakan, dan gesture politik dari kepala negara kita yang dibaca seolah-olah meng-endorse calon tertentu, dan tidak memberi ruang kepada calon yang lain. Ini membangun persepsi seolah ada keberpihakan. Ini suatu praktik yang tidak baik untuk demokrasi,” ucapnya.
Ia berharap, semua partai politik menyerukan hal yang sama. Yaitu, menuntut netralitas lembaga penegak hukum dan lembaga negara lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Ibarat suatu turnamen sepak bola, sangat wajar bila semua kesebelasan menuntut penyelenggara dan para wasit berlaku fair, menjaga netralitas, dan membangun sportivitas. Bila ini terjadi, maka hasil apa pun yang diperoleh pemilu yang adil dan kredibel, akan diterima oleh rakyat dengan tenang,” kata Sudirman.
Ia menegaskan, masyarakat sipil ingin merasakan iklim demokrasi yang indah, berdaulat dan adil. Dengan demikian, pemerintah wajib mewujudkan hal tersebut dengan cara menjaga netralitas.