Komnas Perempuan Tangani 3.728 Kasus Kekerasan Perempuan

Komnas Perempuan sebut telah menangani sebanyak 3.728 kasus kekerasan perempuan.

Pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan. Komnas Perempuan sebut telah menangani sebanyak 3.728 kasus kekerasan perempuan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan menghimpun 3.728 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2022. Semua pengaduan itu ditangani Komnas Perempuan.

Baca Juga


Komnas Perempuan merinci dari ribuan pengaduan itu sebanyak 723 diantaranya merupakan surat rujukan, 54 surat klarifikasi, 61 surat rekomendasi, 7 saksi ahli dan 4 amicus curiae.

"Penyikapan ini mengalami peningkatan 47 persen jika dibandingkan dengan penyikapan pada tahun 2021," kata Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang dalam keterangannya pada Jumat (20/1/2023).

Veryanto mengungkapkan Komnas Perempuan sebenarnya mengalami keterbatasan sumber daya. Sebab dengan pembiayaan oleh negara saat ini hanya dapat diperuntukkan bagi satu orang personil dari 20 orang personil pada Unit Pengaduan dan Rujukan Komnas Perempuan sejak tahun 2021.

"Kasus-kasus di ranah negara terutama terkait konflik sumber daya alam, konflik agraria dan Proyek Strategi Nasional juga termasuk dalam pengaduan dan membutuhkan penyikapan," ujar Very.

Guna mengatasi masalah sumber daya, Komnas Perempuan melakukan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan. Dua diantaranya di antaranya menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kapolri dan MoU Komnas Perempuan untuk KuPP (Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan).

Selain itu, Very menyinggung pentingnya tahun ini bagi Komnas Perempuan sebagai 25 tahun reformasi dan 25 tahun berdirinya Komnas Perempuan. Komnas Perempuan menjadwalkan tracking pelaksanaan agenda reformasi termasuk agenda penghapusan penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam atau tidak manusiawi lainnya.

"Termasuk pentingnya mengawal impelementasi Undang-Undang, berbagai regulasi dan ekspektasi publik diantaranya terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan undang-undang lain yang terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan, RAN PE, RAN HAM, RAN P3AKS, dan RJ," ucap Very.

Very juga menyebut tahun ini menjadi tahun politik dimana agenda-agenda kepemimpinan perempuan dan potensi konflik, termasuk yang berkaitan dengan kekerasan berbasis gender berpotensi mengalami peningkatan. Menurutnya, Komnas Perempuan diperhadapkan dengan kondisi genting kelembagaan pada tahun ini.

"Dimana jumlah sumber daya manusia belum ada perubahan dan stagnan, ketersediaan anggaran, insfrastruktur dan jaminan kesehatan yang tidak memadai untuk mendukung kerja-kerja Komnas Perempuan. Hal ini membuat Komnas Perempuan tergantung pada dana hibah," sebut Very.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler