Rilis 108 Lembaga Amil Zakat tidak Berizin dari Kemenag Dinilai Kontraproduktif

Kemenag merilis 108 Lembaga Amil Zakat tak berizin.

Republika/Thoudy Badai
Rilis 108 Lembaga Amil Zakat Tidak Berizin dari Kemenag Dinilai Kontraproduktif. Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Syariah, Yusuf Wibisono, menyampaikan, rilis Kementerian Agama (Kemenag) soal "Daftar 108 Lembaga Amil Zakat (LAZ) Tidak Berizin" ini mengejutkan dan sangat disayangkan. Karena kontraproduktif dengan upaya peningkatan kepercayaan publik kepada lembaga zakat dan berlawanan dengan program pemerintah sendiri untuk menggali potensi zakat nasional.

Ia mengatakan, di samping itu, dunia filantropi Islam baru saja dilanda tsunami pascakasus ACT. Sebelumnya, juga sempat dihantam isu terorisme. Setelah susah payah memulihkan kepercayaan publik justru pemerintah menerbitkan daftar lembaga zakat tidak berizin.

"Dengan menyatakan bahwa 108 lembaga ini ilegal, sama artinya dengan meminta masyarakat untuk tidak berzakat ke lembaga-lembaga tersebut," kata Yusuf kepada Republika, Kamis (26/1/2023).

Ia menjelaskan, padahal lembaga-lembaga zakat yang ada di dalam daftar 108 itu banyak yang sudah lama berdiri, bahkan jauh sebelum lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2011 yang menjadi alasan Kemenag menerbitkan daftar 108 lembaga tidak berizin ini. Mereka umumnya sudah dikenal luas masyarakat, dipercaya dan memiliki kredibilitas yang tinggi, yang terbukti dari kepercayaan muzaki dan penghimpunan dana mereka yang konsisten, bahkan meningkat dari waktu ke waktu, terlepas dari soal perizinan.

Langkah Kemenag mengumumkan daftar 108 lembaga zakat tidak berizin ini menjadi sulit dipahami. Tujuan apa yang hendak diraih. Langkah ini justru memperlihatkan ketidakpekaan pemerintah pada realitas sosial-keagamaan yang ada, bahwa masyarakat sudah memiliki lembaga zakat yang mereka percaya untuk mengelola dana zakat mereka. Tugas pemerintah justru untuk memfasilitasi dan mempermudah agar lembaga-lembaga ini memiliki izin, karena mereka membantu pelaksanaan ibadah masyarakat, yakni hak yang dijamin oleh konstitusi.

"Ketika pemerintah justru menerbitkan daftar 108 lembaga tidak berizin, menuduhnya beroperasi secara ilegal dan meminta masyarakat tidak lagi berzakat ke mereka, pemerintah dapat dianggap melanggar hak konstitusional masyarakat, yaitu menyalurkan zakat kepada lembaga yang mereka percaya," ujar Yusuf.

Ia menegaskan, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mendalami persoalan apa yang membuat lembaga-lembaga ini belum memiliki izin dan membantu mereka mendapatkannya, bukan melakukan kampanye negatif ke masyarakat.

"Menurut saya, pangkal masalah ada di UU Nomor 23 Tahun 2011. Perizinan dalam rezim UU Nomor 23 Tahun 2011 secara jelas hanya ditujukan untuk membatasi kebebasan LAZ. Berbeda dengan regulasi perizinan LAZ era UU Nomor 38 Tahun 1999 yang bersifat terbuka, akuntabel, dan melindungi kebebasan warga negara, regulasi perizinan era UU Nomor 23 Tahun 2011 bersifat diskriminatif, tidak proporsional dan membatasi kebebasan warga negara," ujarnya.

Yusuf mengatakan, dalam kasus 108 lembaga tidak berizin ini, melihat sebagian besar mereka bukannya tidak mau memiliki izin operasional, justru mereka sangat ingin mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Namun, mereka tidak pernah mendapatkan izin.

"Secara singkat, mereka bukan lembaga zakat tidak berizin, tetapi lembaga zakat yang tidak diberi izin. Data dari Forum Zakat (FOZ) mengkonfirmasi hal ini. Dari penelusuran dan konfirmasi FOZ terhadap 108 lembaga tidak berizin ini, ternyata 26 persen dari mereka sedang mengurus proses perizinan. Namun, belum juga mendapatkan persetujuan meski sudah lama mengajukan dan sudah memenuhi semua persyaratan, bahkan 17 persen dari mereka sudah mendapat izin, dan 6 persen berstatus UPZ dari Baznas," kata Yusuf.

Ia mengatakan, hanya 51 persen dari 108 lembaga ini yang benar-benar belum memiliki izin dan belum mengurus proses perizinan. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam ketentuan dan proses perizinan LAZ. Sehingga banyak di antara mereka yang tidak kunjung mendapat izin dan sebagian besar malah tidak mau mengurus perizinan.

Baca Juga


Baca juga : Kemenkeu: Zakat dan Pajak Berfungsi untuk Lindungi Masyarakat
 


Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) hari ini merilis daftar lembaga pengelola zakat yang didata hingga Januari 2023. Di tingkat pusat, ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), sudah terbentuk juga 34 Baznas tingkat provinsi dan 464 Baznas kabupaten/kota.

“Kemenag mencatat ada 37 Lembaga Amil Zakat atau LAZ Skala Nasional, 33 LAZ Skala Provinsi, 70 LAZ Skala Kab/Kota yang memiliki izin legalitas dari Kementerian Agama,” kata Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin di Jakarta, Jumat (20/1/2023), dalam siaran persnya.

“Ada juga 108 Lembaga yang telah melakukan aktivitas pengelolaan zakat, tetapi tidak memiliki izin legalitas dari Kementerian Agama,” katanya.

Kamaruddin menegaskan, tata kelola zakat di Indonesia diatur dalam dalam UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pasal 18 ayat (1) UU 23/2011 mengatur bahwa pembentukan LAZ wajib mendapat izin menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. Sementara pada ayat (2) mengatur bahwa izin hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan:

 a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;

b. berbentuk lembaga berbadan hukum;

c. mendapat rekomendasi dari Baznas;

d. memiliki pengawas syariat;

e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;

f. bersifat nirlaba;

g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan

h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

“Lembaga pengelola zakat yang tidak berizin wajib segera melakukan proses perizinan, sesuai prosedur pedoman pemberian izin pembentukan Lembaga amil zakat,” kata Kamaruddin Amin.

“Lembaga pengelola zakat yang tidak berizin sesuai undang-undang Zakat No 23 Tahun 2011, wajib menghentikan segala aktivitas pengelolaan zakat. Pasal 38 menegaskan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang,” katanya.

Dikatakan Kamaruddin, pihaknya sengaja merilis daftar pengelola zakat yang berizin dan tidak berizin. Menurut dia, hal itu sebagai bagian dari upaya melakukan pengamanan dana sosial keagamaan zakat, infak, dan sedekah serta melindungi masyarakat dari penyalahgunaan pengelolaan dana tersebut.

“Ini juga bagian dari menjalankan mitigasi risiko atas pengelolaan dana zakat, infak dan sedekah,” katanya menegaskan.

“Kementerian Agama mengimbau masyarakat untuk selalu menunaikan zakat, infak, dan sedekah kepada Lembaga pengelola zakat yang telah dibentuk pemerintah dan masyarakat yang telah mendapatkan izin operasional sesuai ketentuan regulasi,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler