Respons Agung Sedayu atas Terbitnya Sertifikat HGB dan SHM di Pagar Laut
Agung Sedayu menegaskan terbitnya HGB dan SHM sesuai prosedur.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagar laut di Tangerang dikabarkan telah memiliki SHM dan SHGB. Di mana hal tersebut disebut terkait dengan perusahaan Agung Sedayu Group (ASG) karena disebut terafiliasi dengan salah satu perusahaan.
Dari informasi yang dihimpun Republika, sebanyak 234 bidang merupakan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan. Selain itu, ada pula 17 bidang sertifikat hak milik di kawasan itu.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid, mengatakan bahwa tidak semua dari pagar laut 30 km adalah SHGB milik PIK 2. Menurutnya isu tersebut hampir sama seperti semua PIK 2 adalah proyek strategis nasional (PSN).
"Terkait isu bidang SHGB PT dan SHM di Pagar laut 30 Km itu, ini mirip dgn isu PSN, di mana dinarasikan bahwa semua PIK 2 ada PSN. Isu ini lalu dibawa ke pagar laut bahwa semua pagar laut sepanjang 30 Km adalah SHGB PIK, itu tidak benar, karena ada SHM warga lain sesuai keterangan BPN," kata Muannas ketika dihubungi Republika, Selasa (21/1/2025)
Pihaknya juga mengatakan bahwa SHGB yang dimiliki pihak PIK sudah melalui prosedur yang ada. Namun, ia tak menyebutkan secara gamblang SHGB tersebut atas nama PT apa.
"Bahwa SHGB yang ada di atas itu semua terbit sudah sesuai proses dan prosedurnya. Kita beli dari rakyat semula SHM dan dibalik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat izin Lokasi/PKKPR semua lengkap," katanya.
Disinggung apakah SHGB tersebut telah dimiliki oleh PT Cahaya Intan Sentosa (PT CIS) yang terafiliasi ASG, ia meminta awak media untuk mengeceknya di AHU secara langsung. "Kalo itu silahkan aja di cek di AHU kan bisa diakses. Yang lain saya belum tahu," katanya.
Di sisi lain, pihaknya juga menyoroti terkait pernyataan menteri ATR BPN Nusron Wahid yang memerintahkan jajarannya untuk investigasi persoalan SHGB dan SHM di Desa Kohod berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Koordinasi tersebut menurutnya untuk mengecek bahwa baik surat SHGB dan SHM berdiri di garis pantai atau di luar.
"Perhatikan ucapan pernyataan menteri ATR/BPN kemarin yang memerintahkan Dirjen SPPN untuk berkordinasi dan mengecek dengan badan Lembaga Informasi Geospasial mengenai garis pantai desa kohod apakah sertifkat HGB dan SHM berada di dalam garis pantai atau diluar," katanya.
"Karena setelah dicek terdapat dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan tahun 1982, di mana batas pantai tahun tahun 1982 sampai pantai tahun 2024," katanya menambahkan.
Setelah itu, pihaknya pun mengatakan bahwa lahan SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar kawasan pagar bambu di desa Kohod apabila dicocokan secara google earth menunjukkan bukan laut. Melainkan lahan bekas tambak atau sawah yang terabrasi.
"Kemudian cocokan dengan google earth yang SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar pagar bambu, semua jelas menunjukkan bukan laut yang disertifikatkan, tapi lahan warga yang terabrasi lalu dialihkan sudah menjadi SHGB PT dan beberapa SHM diantaranya milik warga yang hari ini di soal," katanya.
"Di mana masalahnya kalo SHGB dan SHM terbit itu adalah lahan milik warga awalnya berupa tambak atau sawah yang terabrasi tapi belum musnah sebab masih diketahui batas-batasnya dalam posisi terkavling yang kemudian sudah dialihkan menjadi SHGB PT," katanya mengakhiri.