Bos KSP Indosurya Bebas, Teten Kecewa

Menurut dia, hal itu menjadi preseden buruk terhadap koperasi simpan pinjam.

dok. Kemenkop UKM
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Teten menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi menjadi isu kunci dan mendesak untuk memperkuat pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia.
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menyatakan, revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi menjadi isu kunci dan mendesak untuk memperkuat pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia.

Teten Masduki di Badung, Bali, Kamis (26/1/2023) malam, menjawab berbagai pertanyaan wartawan terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memvonis lepas terdakwa Henry Surya, dalam kasus penipuan dan penggelapan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.

"Di Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 itu, koperasi mengawasi dirinya sendiri. Kementerian Koperasi enggak punya kewenangan untuk mengawasi ketika koperasinya makin besar, sementara pengawasan internal itu sudah tidak memadai. Tidak ada sanksi pidana bagi koperasi yang melakukan misalnya mismanajemen. Ini yang kita mau revisi, sebab kalau tidak, ya kita buang waktu," kata Teten ditemui usai meresmikan gerai Serba Ajik di Jalan Dewi Sri Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.

Teten sendiri merasa kecewa dengan putusan pengadilan tersebut. Menurut dia, hal itu menjadi preseden buruk terhadap dunia koperasi simpan pinjam.

"Ini menjadi preseden buruk bagi koperasi simpan pinjam. Tadinya kita berharap, pengadilan memutuskan seadil-adilnya karena ini menyangkut ribuan orang, yang berpotensi kehilangan simpanannya di koperasi simpan pinjam," kata dia.

Karena itu, menurut dia, pihaknya dalam waktu dekat akan bertemu dengan kejaksaan untuk meminta kejaksaan untuk mengajukan banding. Selain itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Menkopolhukam Mahfud MD karena hal tersebut sudah masuk di wilayah hukum, yang bukan kewenangan Kementerian Koperasi.

Ia mengungkapkan, ada delapan koperasi bermasalah dengan total dana sebesar Rp 28 triliun. Pemerintah, menurut dia, tidak punya jalan keluar atau solusi untuk koperasi semacam itu. Hal itu berbeda dengan perbankan, di mana bank yang gagal bayar sudah memiliki mekanisme penyelesaian termasuk juga nasabah yang ditanggung Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pun sudah diputuskan Undang-Undang Omnibus Law keuangan atau P2Sk, di mana nanti dalam dua tahun ini, ada masa transisi dengan OJK. "Kita akan betul-betul nanti bersama OJK menyisir koperasi, yang open loop akan digeser ke OJK meskipun nanti kalau namanya masih koperasi simpan pinjam kita minta mereka berubah. Jadi, nanti izinnya dari OJK, diawasi oleh OJK," kata Teten.

Menurut Teten, koperasi yang memakai nama koperasi simpan pinjam itu memang harus murni melayani anggota. "Kepemilikan modalnya nanti kita akan perjelas supaya nanti tidak ada masalah. Kita mau konsultasikan adalah mengenai otoritas pengawas koperasi. Mereka harus diawasi oleh pengawas eksternal," kata Teten.

Baca Juga


 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler