Delapan Menit Sekali, Satu Orang Indonesia Terkena Kanker Payudara

Pada 2020 ada sekitar 65.858 kasus baru kanker payudara sepanjang tahunnya.

Republika
Pita pink menjadi simbol kesadaran akan kanker payudara (ilustrasi). Penderita kanker payudara dari tahun ke tahun terus meningkat di Indonesia.
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis bedah kanker dari Rumah Sakit Dharmais Jakarta, Rian Fabian Sofyan, mengatakan penderita kanker payudara dari tahun ke tahun terus meningkat di Indonesia. Mengutip data Global Cancer Observatory, pada 2020 dia sebut ada sekitar 65.858 kasus baru kanker payudara sepanjang tahunnya.

“Artinya 182 kasus per hari dan 7,6 kasus per jam atau satu pasien baru setiap delapan menit,” kata Rian dalam diskusi daring yang diadakan Kemenkes ‘Peringatan Hari Kanker Sedunia 2023’ di Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Dia menambahkan, risiko dari kanker payudara di Indonesia juga tergolong besar, sekitar 25 persen dari 10 penyintas yang meninggal dunia. Hal itu, ia sebut karena tes dini yang kerap dihindari dan mencakup beberapa faktor penyebab.

“Pertama ketakutan, lalu tidak memiliki biaya, padahal ada BPJS, yang dipermasalahkan mungkin biaya tinggal dan ke lokasi yang mahal. Terakhir informasi yang kurang atau pengaruh sosial dan tetangga,” ucapnya.

Berdasarkan pemaparannya, mayoritas pasien di pusat kanker nasional, Dharmais, datang saat proses atau stadium lanjutan ihwal hasil skrining sebelumnya. Dia berujar, prevalensi solid tumor yang ada sejauh ini mencapai 89 persen, jauh lebih tinggi dari non-solid tumor. “Dan 66 persen dari solid tumor itu adalah kanker payudara,” katanya.

Dia berharap, ada upaya lebih dari semua pihak untuk mengurangi hal tersebut. Menurutnya, ada enam proses demi menjadikan tujuan zero stadium lanjut kanker payudara terwujud. Pertama, melalui kebijakan matang pemerintah, SDM tenaga kesehatan yang baik, peralatan yang lebih baik, alur rujukan yang baik dan insentif bagi tenaga kesehatan yang lebih baik.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengamininya. Menurut dia, pengidap kanker payudara dan leher rahim memang menjadi kasus terbanyak untuk kanker di Indonesia.

Dia menyebut, banyaknya pasien kanker itu tentu berdampak pada beban biaya pemerintah. “Data BPS 2020 menyebut jika penyakit kanker katastropik mencakup pembiayaan terbesar dengan Rp 3,5 triliun,” kata Maxi.

Oleh sebab itu, pihaknya berjanji untuk mengencarkan deteksi dini kanker pada usia muda dan dewasa. Dia mencontohkan, pihaknya akan mengupayakan dan mendorong deteksi dini bagi perempuan usia 30-50 yang sudah melakukan hubungan seks agar deteksi dini minimal setiap tiga tahun. Tak hanya itu, Kemenkes sejauh ini dia sebut juga sudah setuju dengan menggunakan teknologi teranyar untuk deteksi.

Selain kanker pada orang dewasa dengan mayoritas kanker payudara, dirinya juga menyinggung banyaknya kanker pada anak dengan estimasi 400 ribu penderita berdasarkan data Globocan 2020. Dia menegaskan, selain deteksi dini, upaya dan peran orang tua menjadi sangat penting untuk diagnosa dan penanganan dini.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler