Pergerakan Suku Bunga Bank Sentral Utama Mulai Melunak pada Januari

Meski melunak, bank sentral masih meneruskan kebijakan moneter yang ketat.

AP Photo/Patrick Semansky
Bank Sentral AS atau Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan seperempat persen.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pergerakan suku bunga bank sentral utama dimulai dengan awal yang hangat pada Januari. Hal itu dengan kenaikan tunggal oleh Kanada tetapi kecepatannya akan meningkat lagi pada Februari dengan para pembuat kebijakan di Amerika Serikat (AS), Inggris, dan zona euro keluar dari awal.

Baca Juga


Januari melihat hanya tiga pertemuan oleh bank sentral yang mengawasi 10 mata uang yang paling banyak diperdagangkan dengan Kanada. Ini memberikan kenaikan 25 basis poin (bps) sementara Norwegia dan Jepang tetap bertahan.

Hanya saja, pada hari-hari pertama Februari menunjukkan bank sentral belum selesai dengan pengetatan moneter. Maka Federal Reserve AS menambahkan 25 bps dan Bank Sentral Eropa dan Bank Inggris masing-masing naik 50 bps.

Semua ini terjadi setelah 2022, tahun di mana bank sentral menaikkan suku bunga dengan kecepatan tercepat dan skala terbesar. Setidaknya dalam dua dekade dalam pertempuran habis-habisan guna menahan inflasi.

"Bank sentral secara agresif menaikkan suku bunga tahun lalu. Itu karena inflasi di banyak negara naik ke level tertinggi dalam beberapa dekade," ujar Tobias Adrian dari Dana Moneter Internasional (IMF), seperti dilansir Reuters, Ahad (5/2/2023). 

Sekarang, kata dia, penurunan harga energi mengurangi inflasi utama. "Juga memicu optimisme kebijakan moneter dapat dilonggarkan akhir tahun ini," tuturnya.

Di seluruh pasar negara berkembang, enam dari 18 bank sentral menghasilkan total kenaikan 225 bps pada Januari. Indonesia, Korea, Afrika Selatan, Thailand, Israel, dan Kolombia semuanya menaikkan tolok ukur.

Pergerakan pada Januari dibandingkan kenaikan lima bank sentral sebesar 260 bps pada Desember. Kepala Ekonom Gemcorp Capital Management Limited Simon Quijano Evans mengatakan, dengan pembacaan inflasi tahun ke tahun semakin menurun, prospek kenaikan suku bunga Fed dan melemahnya dolar AS serta deflasi harga energi dan pangan muncul di paruh pertama tahun ini, tekanan akan mereda pada bank sentral di negara berkembang.

"Saat kita melewati 2023, bank sentral non-dolar AS termasuk sebagian besar di pasar negara berkembang akan menjadi lebih bahagia," kata dia. 

 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler