Dinkes DKI Jakarta Masih Dalami Penyebab Kasus Pasien Suspek GGAPA
Kasus suspek GGAPA Jakarta secara teori bisa disebabkan banyak hal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mendalami penyebab satu pasien suspek penderita gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di daerah itu. "Secara teori penyebab kan banyak. Kami bersama dengan tim dari RSCM, Kemenkes berproses melakukan pendalaman apa penyebabnya," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti di Balai Kota Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Ia menjelaskan, suspek penderita tersebut saat ini dalam pengawasan tim medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Namun, ia tidak membeberkan lebih lanjut perkembangan terkini dari proses pendalaman penyebab satu pasien tersebut sebagai suspek gangguan ginjal akut. Meski begitu, ia memastikan saat ini pasien tersebut sudah dalam penanganan tim medis.
"Yang lebih penting adalah bagaimana sesegera mungkin melakukan penanganan, mencari penyebab itu kan panjang yang penting mengatasi, mengobatinya dulu supaya tidak menjadi lebih berat," ucapnya.
Setelah kasus baru terakhir laporan gangguan ginjal akut pada Desember 2022, laporan terbaru kembali dilaporkan terjadi di DKI Jakarta sebanyak dua kasus. Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril menjelaskan dua kronologi kasus gangguan ginjal akut di Jakarta.
Ia menjelaskan, satu kasus suspek yakni anak berusia tujuh tahun tahun, mengalami demam pada 26 Januari, kemudian mengonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri. Pada 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari puskesmas.
Kemudian, pada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Selanjutnya, pada 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
Sedangkan satu kasus konfirmasi meninggal dunia, merupakan anak berusia satu tahun dari Jakarta Timur yang mengalami demam pada 25 Januari 2023. Kemudian, diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merek Praxion.
Kemudian, pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (anuria) kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan dan pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa. Dikarenakan ada gejala GGAPA maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan pulang paksa.
Pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan pasien sudah mulai buang air kecil. Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole, namun tiga jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.