Pelajaran Berharga Bulan Rajab
Muara utama dari peristiwa Isra Miraj, yakni salat.
Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
“ bukan masalah surga dan neraka yang harus kita pikirkan, tetapi bagaimana persiapan diri menghadapi kematian; Husnul khotimah atau Su’ul Khotimah-kah diri ini saat hidup berakhir?”
Kajian Isra Mi’raj sangatlah menarik untuk diambil hikmahnya. Peristiwa dahyat ini tidak akan surut dimakan waktu, tak pernah sirna dimakan masa, dan tidak lekang ditelan zaman.
Sejarah mencatat bahwa Baginda Rasul Muhammad SAW mengalami suatu kejadian yang boleh jadi dialami oleh kebanyakan manusia lainnya, tentu dengan takaran intensitas yang beragam. Namun,pelajaran berharga yang diajarkan Baginda Rasul dalam menyikapi permasalahan yang dialaminya sangatlah berharga bagi kita, umatnya.
Salat Wujud Sabar yang Hakiki
Seperti diketahui bahwa Rasulullah, saat ditinggal wafat paman dan istrinya yang merupakan benteng hidup perjuangan syiar Islam, mengajarkan umatnya untuk mendirikan salat sebagai wujud sikap sabar yang hakiki, dan sebagai solusi terbaik ketika menghadapi berbagai macam permasalahan.
Pelajaran Mulia
Pelajaran berikutnya adalah ketika Baginda dipertemukan dengan para Nabi dan Rasul sebelum beliau. Hal ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi umatnya agar tidak melupakan para pendahulu yang telah menancapkan pelajaran berharga bagi kehidupan.
Dalam kontek sekarang adalah, bahwa kita tidak boleh melupakan jasa-jasa para guru yang telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu sehingga mengantarkan, langsung maupun tidak langsung, terasa maupun tidak terasa, untuk menjadikan kita seperti saat ini. Sehebat apapun manusia, pasti berkat campur tangan para pendahulu kita, siapapun orangnya.
Istiqomah
Berikutnya adalah, peristiwa pada saat Baginda Rasul tidak menoleh ketika dipanggil oleh suara yang akan memalingkan baginda dari tujuan semula menghadap Allah, adalah pelajaran tentang ke”istiqomahan”an dalam melaksanakan suatu kewajiban. Bagi seorang mukmin istiqomah adalah pokok dari kesuksesan dalam mencapai rahmat dan rida Allah Swt.
Istiqomah adalah sikap konsistensi dalam melaksanakan suatu kegiatan. Seorang yang sudah memahami tugas dan kewajibannya akan pantang surut mundur ke belakang sampai kewajibannya terpenuhi. Begitulah yang diajarkan Baginda Rasul dalam istiqomah secara harfiah.
Dalam kontek sekarang, sikap Baginda Rasul demikian adalah mengajarkan kepada umatnya agar dalam kehidupan pasti selalu ada halangan dan rintangan yang akan memalingkan diri dari kewajiban ingat kepada Allah swt. Boleh jadi berupa panggilan hedonisme, patrialisme, harta, turunan, pangkat jabatan, kedudukan yang akan memalingkan diri kita sehingga menjadi orang yang merugi (QS Al Munafiqun:9.).
Sesungguhnya harta dan turunan itu tidak akan bermanfaat sama sekali, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih dikarenakan selalu ingat kepada Nya. (QS.As Syu’ara:88-89).
Persiapan Mati
Sementara itu, pada saat Baginda Rasul diperlihatkan tentang Surga dan Neraka. Hal ini mengandung makna bahwa ada hidup, ada yang namanya mati, ada saat datang dan ada waktunya kembali. Tinggal bagaimana kita mempersiapkan diri untuk mempertanggungjawabkan semua amaliah yang kita lakukan di dunia.
Sesungguhnya kematian tidak mengenal usia, tidak kompromi dengan kedudukan seseorang; jika sampai pada waktunya tidak satu makhlukpun mengetahuinya. Setiap yang bernyawa akan menemui kematian dan akan mendapatkan tentang apa yang telah dikerjakannya, berbuah surgakah atau bahkan neraka (QS. ‘Ali Imran:185), dan Tidak ada satupun dapat meyangkalnya, walau sesaat sekalipun (Al Hijr:5).
Momentum Rasulullah menyaksikan sekumpulan manusia yang menjadi penghuni neraka yang diperlihatkan Allah adalah mengajarkan kepada kita tentang persiapan diri menuju kehidupan yang hakiki setelah dunia ini.
Dalam kontek saat ini adalah, bukan masalah surga dan neraka yang harus kita pikirkan, tetapi bagaimana persiapan diri menghadapi kematian; Husnul khotimahkah atau Su’ul Khotimah-kah diri ini saat hidup berakhir?
Simpulan
Oleh karena itu, hendaklah kita kembalikan kepada muara utama dari peristiwa Isra Mi’raj, yakni salat. Sesungguhnya dengan salatlah kita akan terselamatkan, karena hakikat dari shalat adalah wujud serah diri yang utuh kepada Sang Khalik sebagai Penentu kejadian, dan Penetap suatu kepastian seorang hamba.
Marilah kita jadikan shalat dan sabar sebagai penolong kita. Terasa berat memang,tetapi yakinlah dengan keyakinan yang bulat kepada Allah akan menjadikan diri ini, mukmin yang akan mendapatkan pertolongan Allah Swt.
Doa penutup
“Wahai Allah yang Maha Agung, Maha Penentu segala kejadian.
Jadikanlah kami menjadi hambaMU yang mampu bersyukur atas sekecil apapun kenikmatan yang engkau anugerahkan. Jadikanlah kami menjadi hamba Mu yang mampu bersabar atas seberat apapun ujian yang Engkau timpakan.
Ya Allah anugerahilah kami turunan yang shalih-shalihah, keluarga yang sakinah mawadaah warrahmah, dijauhkan dari fitnah dan musibah dunia akhirat.
Ampuni kedua orang tua kami Ya Arhamarrahimiin, beri maaf mereka,jangan pernah siapapun menghina kehidupannya, angkat harkat derajat mereka, sembuhkan jika mereka sakit. Jika wafat, wafatkalah dalam keadaan husnul khotimah.
Wahai Allah angkatlah derajat umat-Mu yang sedang mencari ilmu.
Lapangkan rizki bagi yang sedang dililit hutang piutang.
Selamatkanlah dan rahmatilah bagi siapapun yan sedang dalam kesusahan.
Wahai Allah berkahilah sisa usia kami, berkahilah rizki, ilmu, dan ikhtiar kami pada bulan Rajab dan Sya’ban. Dan perkenankanlah kami untuk bisa hidup pada bulan Ramadhan. Allohumma bariklana fii rojaba wa sya’bana wa balighna romadhon... Aamiin Ya Robbal’aalamiin.”
Sumber: Khutbah Jumat Rajab 1444 H dari Penulis.