Polda Metro Jaya Akui Tingkat Kemacetan di Jalanan Jakarta Semakin Parah
Terjadi peningkatan kemacetan di jalanan Jakarta hingga 48 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengakui terjadi peningkatan kemacetan parah di jalanan Jakarta dan sekitarnya beberapa hari terakhir. Tidak tanggung-tanggung peningkatan kemacetan yang terjadi hingga 48 persen dari sebelumnya 34 persen.
"Kalau dulu di tahun 2019 indeksnya 53 persen. Pas Covid-19 tahun 2020 itu di angka indeksnya 34 persen, mulai naik di Desember 2022 di angka 48 persen," ujar Latif, Sabtu (11/2).
Menurut Latif, angka tersebut menunjukkan tambahan durasi perjalanan yang harus dialami pengendara akibat macet. Menurut dia, kemacetan meningkat seiring dengan semakin tingginya aktivitas masyarakat setelah dicabutnya status pendemi oleh presiden. Sehingga, menjadi sinyal meningkatnya perekonomian masyarakat.
Namun di sisi lain, Latif mengakui, ada waktu yang tersita ketika perjalanan dan dampak emisi karbon kendaraan. Lalu untuk mengurangi kemacetan tersebut perlu kerja sama semua pihak. Karena itu, dia meminta pengguna jalan untuk tertib berlalu lintas.
"Mari kita jaga ketertiban dalam berlalu lintas sehingga diharapkan yang bisa memperlambat arus lalu lintas khususnya pada jam kerja mulai kita tertibkan kembali," tutup Latif.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo menjelaskan, dalam satu tahun (2018-2019), BPS DKI Jakarta mencatat, jumlah kendaraan bermotor, seperti sepeda motor di Jakarta bertambah sekitar 5,3 persen. Jika tidak dilakukan pengendalian penggunaan kendaraan bermotor, tidak menutup kemungkinan semakin tinggi tingkat kemacetan yang mengakibatkan semakin meningkatnya polusi udara di Jakarta.
Selain mengendalikan lalu lintas, rencana penerapan kebijakan jalan berbayar atau ERP merupakan salah satu cara untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi polusi udara, meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat di Jakarta.
"Namun demikian, kami tetap memerlukan masukan dari para pihak dan penerapannya masih butuh waktu yang panjang," kata Syafrin, Selasa (7/2/2023).