Destinasi Wisata Flora dan Usaha Florikultura
Tidak ada istilah resesi untuk usaha florikultura.
Jatinangor yang merupakan wilayah Kabupaten Sumedang memiliki destinasi flora bernama Jatinangor National Flower Park atau biasa disebut Jans Park. Destinasi tersebut bisa menjadi pendorong tumbuhnya usaha florikultur bagi masyarakat di sekitarya. Potensi florikultura tidak mengenal istilah resesi sehinga harus segera dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Pengunjung Jans Park terus membeludak bahkan bisa tembus 50 ribu pengunjung dalam dua hari. Jika ruas jalan tol Cisumdawu telah selesai hingga mencapai Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati sudah tuntas, maka Kawasan Ekowisata Jatinangor semakin berkembang. Apalagi jika Kereta Cepat Jakarta Bandung sudah beroperasi prospeknya semakin cerah. Sekedar catatan stasin dan depo kereta cepat yang berada di dea Tegalluar itu lokasinya dekat dengan Jatinangor.
Jans Park menyuguhkan tempat wisata dengan konsep taman bunga beserta bangunan ikonik ala negeri dongeng. Menjadi salah satu pelopor wisata flora di Indonesia dengan luas mencapai 7.5 hektare. Kawasan Jans Park terlihat mencolok dari kejauhan karena bangunannya yang warna-warni. Saat mulai memasuki kawasan Jans Park, pengunjung dapat melihat bangunan menyerupai model istana di eEropa dan bangunan mesjid ala Rusia yaang berwarna-warni. Di depan bangunan tersebut, terdapat hiasan menara putih berbentuk menyerupai jamur. Suasana depan Jans Park ini sangat ikonik dan instagramable.
Sesuai dengan namanya, daya tarik Jatinangor National Flower Park berada pada taman bunganya yang luas dan memiliki berbagai varian jenis bunga. Jans Park juga dihiasi oleh gedung bangunan warna-warni seperti di negeri dongeng. Oleh karena itu, terdapat banyak sekali spot foto instagramable. Selain berfoto, pengunjung juga dapat membawa pulang bunga krisan sebagai oleh-oleh.
Dalam situasi dunia yang dipenuhi ketegangan dan ketidakpastian, komoditas florikultura tetap mekar dan mewangi. Tidak ada istilah resesi bagi usaha florikultura. Karena warna-warni bunga bisa menyihir, mencerahkan suasa hati dan melahirkan segudang inspirasi bagi warga dunia.
Potensi usaha florikultura kususnya bunga potong (cut flower) di Jawa Barat, khususnya di Bandung Raya dan sekitarnya sebenarnya sangat besar. Perlu mengembangkan usaha tersebut. Bisnis florikultura di tanah air hingga saat ini masih tergantung kepada hari baik. Pada saat hari baik seperti hari besar keagamaan, musim pesta pernikahan atau hari besar nasional, pasar sangat bergairah. Namun, selain hari itu pasar domestik sangat lesu. Meskipun permintaan bunga potong untuk konsumsi di dalam negeri terus meningkat hingga 15 % per tahun, namun jumlah tersebut masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan potensi pasar dunia.
Sebagai gambaran potensi ekspor dunia untuk florikultura pada mencapai 150 miliar dollar AS. Sedangkan permintaan dalam negeri mencapai Rp 600 miliar pert ahun. Ironisnya, negara-negara yang menikmati rezeki ekspor florikultura justru mereka yang wilayahnya tidak terlalu luas dengan kondisi alam yang kurang bersahabat. Produsen florikultura yang terbesar di dunia adalah negeri Belanda. Selama ini negeri kincir angin itu telah menguasai sekitar 59 % dari pangsa pasar dunia. Negara lain yang berhasil dalam ekspor florikultura antara lain Kolumbia (10 %), Italia (6 %), Israel (4 %), Spanyol (2 %), dan Kenya (1 %) Di kawasan Asia Tenggara, negara yang berhasil menjadi produsen florikultura adalah Thailand dan Malaysia.
Keberhasilan negeri Belanda menjadi eksportir florikultura terbesar di dunia mestinya menjadi inspirasi bagi negeri kita untuk mendongkrak usaha florikultura. Apalagi usaha tersebut merupakan sektor padat karya yang mengedepankan imajinasi dan inovasi. Program untuk mengembangkan sektor usaha florikultura khususnya bunga potong tidak cukup hanya dengan bantuan permodalan. Dibutuhkan juga pengetahuan praktis seperti proses kreatif, manajemen mutu, pencitraan produk, jaringan pemasaran dan teknik pengemasan.
Selain itu pentingnya pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara para petani dan pengusaha, karena pada umumnya pengusaha besar bunga potong selain menguasai pasar juga menguasai teknik budidaya. Pola kemitraan mengarah kepada simbiosis mutualisme dimana pengusaha besar akan mendapatkan pasokan bunga yang bermutu dengan volume yang cukup, sehingga pengusaha tidak perlu harus mengeluarkan dana untuk membuka kebun sendiri. Sementara bagi para petani, pemasaran hasil produksinya akan lebih terjamin dan juga adanya pembinaan untuk alih teknologi budidaya yang lebih maju. Selain itu pengusaha besar tersebut juga dapat bertindak sebagai avalis kredit bagi para petani sebagai mitra usahanya.
Pengusaha bunga potong juga dituntut untuk dapat memperdagangkan produksinya dalam keadaan segar. Konsumsi bunga potong lokal, nasional dan global semakin meningkat. Namun tantangannya juga semakin kompleks, untuk itu diperlukan teknologi yang bisa menghasilkan bunga potong berwarna-warni, bentuk yang menarik, tahan lama dan harganya kompetitif. Juga adanya segmen pasar untuk masyarakat golongan tertentu yang mempunyai selera eksklusif dan fanatik terhadap jenis bunga tertentu yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri, hal itu menyebabkan semakin meningkatnya impor bunga potong. Di lain pihak, lembaga-lembaga penelitian dan para nursery di dalam negeri telah mengembangkan varietas-varietas baru yang mempunyai daya saing yang kuat dengan produk impor, juga dengan adanya teknologi budidaya yang semakin dikuasai dan efisien menyebabkan harga jual bunga potong mampu bersaing dengan produk impor.
Perlu peningkatan fungsi pasar bunga potong sehingga menjadi sentra perdagangan modern. Sudah saatnya Dinas Indag Agro Jawa Barat mencari terobosan usaha bunga potong. Yang pada gilirannya nanti bisa mentransformasikan orientasi pasar lokal menuju pasar ekspor dengan volume yang optimal. Selain itu dengan adanya komoditas bunga potong di Jatinangor yang beragam, diantaranya kelompok Anggrek (Dendrobium, Catleya, Vanda Dauglas, James storie dll), kelompok Bunga Gunung (Gladiol, Krisant, Mawar, Sedap Malam, dll), kelompok Tanaman Hias (Palem, Cemara, Soka, Sikas dll), kelompok Bunga Rampai (Kenanga, Melati, Cempaka, Tihong, Daun Pandan dll), dan perlengkapan rangkaian bunga (Mosh, Pakis, Mayang, Pinang, Asparagus dll) dibutuhkan kios-kios pasar bunga yang lebih representatif.
Sebaiknya petani dan pedagang bunga diberi dispensasi khusus untuk dapat menggunakan koridor-koridor pedestrian di beberapa ruas jalan sebagai lokasi pamer. Penggunaan koridor pedestrian tersebut tentu saja memperhaatikan aspek keindahan dan kebersihan kota , serta dikoordiansikan dengan Dinas Pertamanan dan pihak ketertiban kota . Agar dibelakang hari penggunaannya tidak menimbulkan masalah.