Soal Pidana Mati Ferdy Sambo, Amnesty Indonesia: Cara-cara Purba Dalam Pemenjaraan
Amnesty menilai Ferdy Sambo tetap berhak untuk hidup.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Amnesty Internasional Indonesia menyayangkan penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo. Direktur Amnesty Indonesia Usman Hamid menilai, vonis mati terhadap terdakwa utama pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) tersebut tak mencerminkan Indonesia sebagai negara hukum yang modern.
Ia mengatakan, hukuman mati adalah cara-cara purba dalam penjaraan atas tindak pidana. “Amnesty tidak anti dengan penghukuman. Kami sepakat bahwa segala bentuk kejahatan di bawah hukum internasional harus mendapatkan hukuman,” kata Usman Hamid kepada Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Apalagi, kata Usman, dalam kasus pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 tersebut, melibatkan Sambo sebagai perwira tinggi kepolisian dan aparat hukum negara. Kasus pembunuhan berencana tersebut, pun dikatakan Usman sudah mendapatkan klasifikasi dari Komnas HAM sebagai extrajudicial killing, atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.
“Artinya perbuatan itu (extrajudicial killing) tergolong pelanggaran HAM, dan kejahatan yang tergolong berat di bawah ketentuan hukum internasional,” ujar Usman.
Namun begitu penjatuhan hukuman terhadap Sambo, semestinya melupakan jalan pemidanaan mati. “Tetapi pemberian hukum juga tetap harus mencerminkan keadilan, tanpa harus menjatuhkan hukuman mati. Ini (hukuman mati) sudah ketinggalan zaman,” ujar dia.
“Kami sangat menghormati keputusan pengadilan yang berusaha untuk memberikan rasa keadilan bagi korban, maupun masyarakat. Namun ia (Sambo) tetap berhak untuk hidup,” kata Usman menambahkan.
Sambo sebelumnya dijatuhi hukuman mati karena terbukti melakukan pembunuhan berencana Brigadir J. Hukuman tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta mantan Kadiv Propam Polri itu dipenjara seumur hidup.
Selain Sambo, majelis hakim juga menghukum terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun. Terdakwa Kuat Maruf dijatuhi pidana 15 tahun. Terdakwa lainnya dalam kasus ini, Bripka Ricky Rizal (RR) dan Bharada Richard Eliezer masih menunggu keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk vonis.