Polisi Turki Tangkap 78 Orang Akibat Postingan Provokatif Soal Gempa di Medsos

Otoritas Turki telah mengidentifikasi 613 orang yang membuat postingan provokatif.

EPA-EFE/ABIR SULTAN
Foto udara yang diambil dengan drone menunjukkan puing-puing bangunan yang runtuh di kota Kahramanmaras, tenggara Turki, Rabu (8/2/2023). Polisi Turki mengatakan telah menangkap 78 orang yang dituduh menciptakan ketakutan dan kepanikan dengan membagikan postingan provokatif tentang gempa di media sosial.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Polisi Turki mengatakan, telah menangkap 78 orang yang dituduh menciptakan ketakutan dan kepanikan, dengan membagikan postingan provokatif tentang gempa di media sosial. Penangkapan ini menambahkan, 20 orang yang sudah ditahan dalam penahanan pra-sidang.

Baca Juga


Korban tewas di Turki dan Suriah akibat gempa bumi yang dahsyat telah meningkat di atas 41 ribu dan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Direktorat Jenderal Keamanan Turki mengatakan, telah mengidentifikasi 613 orang yang dituduh membuat postingan provokatif dan proses hukum telah dimulai terhadap 293 orang. Dari sejumlah orang ini, kepala jaksa memerintahkan penangkapan 78 orang.

Badan tersebut menyatakan, 46 situs web ditutup karena menjalankan "penipuan phishing" yang mencoba mencuri sumbangan untuk korban gempa. Terdapat 15 akun media sosial yang berpura-pura sebagai lembaga resmi pun sudah ditutup.

Pekan lalu, Turki memblokir akses ke Twitter selama sekitar 12 jam dari 8 hingga 9 Februari dengan alasan penyebaran disinformasi. Keputusan ini pun memicu tanggapan marah dari politisi oposisi dan orang-orang yang menggunakan platform tersebut untuk menemukan orang yang dicintai dan berbagi informasi tentang upaya penyelamatan.

Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun menyatakan pada awal pekan, Turki mengalami polusi informasi yang serius dan pihak berwenang akan membagikan informasi harian yang mengoreksi informasi palsu. Dalam sepekan setelah gempa, menurut Altun, sekitar 6.200 item informasi dan berita palsu dilaporkan ke pemerintah.

Parlemen Turki mengadopsi undang-undang pada Oktober lalu, yang mengatur jurnalis dan pengguna media sosial dapat dipenjara hingga tiga tahun karena menyebarkan "disinformasi". Partai berkuasa Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan, undang-undang diperlukan untuk mengatasi tuduhan palsu di media sosial dan itu tidak akan membungkam oposisi.

Namun, keputusan ini tetap meningkatkan kekhawatiran di antara kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Eropa tentang kebebasan berbicara. Terlebih lagi negara itu akan melakukan pemilihan presiden dan parlemen pada Mei 2923. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler