Tuntunan Islam dalam Menguburkan Jenazah Korban Bencana Alam
Dalam bencana alam, kesulitan logistik menguburkan korban massal juga menjadi faktor.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Korban gempa bumi di Turki dan Suriah terus bertambah. Sebanyak 41 ribu orang ditemukan meninggal dunia dan puluhan ribu lainnya mengalami luka-luka, serta masih banyak lagi yang masih ditemukan dan diketahui kondisinya.
Menurut ajaran Islam, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum akhirnya jenazah dikuburkan. Tahap tersebut, yakni memandikan, mengkafani, sholat jenazah, hingga akhirnya dimakamkan. Prinsip utama dalam penguburan Islam adalah jenazah diperlakukan dengan cara yang menjaga martabatnya serta menghormati mereka yang berduka.
Namun, karena ini merupakan korban bencana alam dan banyak Muslim yang meninggal akibat bencana tersebut sehingga beberapa aspek seremonial pemakaman Islam diabaikan, seperti berkumpulnya kerabat di rumah orang yang meninggal. Dalam Islam sendiri menganjurkan agar mayit tersebut segera dimakamkan setelah kematiannya.
Dilansir dari Middle East Eye, Kamis (16/2/2023), berikut ini aspek penguburan Islam dalam konteks bencana alam. Kapan seseorang harus dimakamkan?
Menurut hukum Islam, ketika seseorang meninggal, idealnya mereka harus dikubur sebelum matahari terbenam pada hari kematiannya dan biasanya dalam waktu 24 jam. Namun, ada beberapa pengecualian, terutama jika penyebab kematian tidak diketahui dan perlu diperiksa lebih lanjut.
Dalam kasus bencana alam, kesulitan logistik untuk menguburkan korban massal juga menjadi faktor. Misalnya, kuburan biasa kewalahan dan perlu ditemukan lahan baru. Sedangkan untuk mengkremasi, Islam tentu saja melarangnya.
Pada beberapa kasus, pembalsaman diperbolehkan jika memang ada kebutuhan untuk melakukannya. "Di beberapa negara itu adalah hukum untuk membalsam karena bagi mereka yang menangani peti mati, mereka ingin tahu itu tidak menimbulkan risiko kesehatan," kata juru bicara layanan pemakaman Muslim Masjid East London kepada Middle East Eye.
“Agama kami didasarkan pada niat, jadi kami berusaha sebaik mungkin untuk menguburkan sesuai dengan pedoman Islam,” tambahnya.
Bagaimana jenazah dipersiapkan untuk penguburan?
Setelah seseorang meninggal, anggota keluarga dan teman dekat mengambil bagian dalam pemakaman, seperti memandikan terlebih dahulu lalu membungkusnya dengan kain kafan. Dalam banyak budaya, sudah menjadi tradisi bagi anak laki-laki tertua untuk memimpin persiapan pemakaman ayahnya.
Dalam kasus bencana alam seperti di Turki dan Suriah, organisasi dan relawan Islam mengambil tugas mengatur pemakaman. Menurut juru bicara layanan pemakaman ELM, mereka yang meninggal karena bencana alam dianggap sebagai mati syahid.
“Seperti yang terjadi dengan gempa bumi di Turki dan Suriah, orang-orang meninggal di bawah bangunan yang runtuh, kami menganggap mereka syahid atau martir. Orang-orang ini bisa dimakamkan sebagaimana adanya tanpa harus dikafani jika tidak memungkinkan,” kata juru bicara pemakaman.
Apa yang terjadi di pemakaman Muslim?
Sebelum dimakamkan, umumnya jenazah muslim akan disholati terlebih dahulu. Sholat jenazah di sini seperti mirip dengan soalat lima waktu, hanya saja tanpa ruku dan sujud. Sholat dilakukan sambil berdiri dengan niat sholat khusus untuk orang yang meninggal.
Usai sholat, para pelayat laki-laki dalam prosesi pemakaman akan bergiliran membawa jenazah ke lubang pemakamannya sambil melantunkan doa atau ayat Alquran. Meskipun tidak ada kode berpakaian untuk pelayat, banyak yang memilih untuk memakai warna kalem.
Di pekuburan, jenazah dibaringkan dengan wajah dimiringkan ke arah Ka'bah. Ini biasanya disertai dengan pembacaan doa dan ayat-ayat Alquran. Setelah jenazah dalam posisi, pelayat melemparkan tanah ke kuburan menggunakan tangan dan sekop hingga tertutup seluruhnya.
Seorang imam kemudian mengakhiri pemakaman dengan doa untuk almarhum dan pelayat meninggalkan kuburan dengan pengecualian satu orang yang mengumandangkan adzan, ketika orang terakhir telah pergi.
Penanda kuburan awal biasanya berupa tanda kayu sederhana, dengan anggota keluarga memilih untuk memasang batu nisan di kemudian hari. Sementara pemakaman soliter lebih disukai dalam tradisi Islam. Dalam kasus bencana alam, pemakaman massal menjadi kebutuhan untuk menangani skala kematian dengan cepat.
Menyusul gempa Februari di Turki dan Suriah, kuburan massal digali karena pihak berwenang berjuang untuk menghitung jumlah korban. Anggota keluarga korban dan tim kemanusiaan telah mencoba mematuhi prinsip-prinsip Islam dengan menandai kuburan dengan batu nisan dan mengidentifikasi jenazah.
Berapa lama masa berkabung?
Muslim memiliki masa berkabung tiga hari tetapi beberapa tradisi, termasuk Muslim Syiah, berkabung selama 40 hari setelah kematian. Selama ini, anggota keluarga dekat dan kerabat cenderung tinggal di rumah dan menahan diri untuk tidak mengenakan pakaian yang mewah atau berornamen.
Seorang istri yang kehilangan suaminya berada dalam masa iddah, yaitu masa tunggu selama empat bulan sepuluh hari. Dia sebagian besar akan tinggal di rumah dan menghindari interaksi dengan laki-laki yang bukan bagian dari keluarganya.
Apa yang terjadi jika Anda tidak dapat menemukan jenazah korban?
Dalam beberapa kasus, di mana seseorang meninggal dalam kebakaran, di laut atau tubuhnya tidak dapat ditemukan, Islam memberikan petunjuk tentang apa yang harus terjadi. Misalnya dengan melaksanakan sholat ghaib, jika jenazah tidak juga ditemukan. Sholat ghaib harus dilakukan dalam waktu satu bulan setelah kematian orang tersebut.
Pada 2018, umat Islam di seluruh dunia ikut serta dalam sholat ghaib untuk jurnalis yang terbunuh Jamal Khashoggi karena jenazahnya tidak ditemukan. Kemudian pada Februari 2023, sholat ghaib juga dilakukan di Masjid Al Aqsa di Yerusalem, untuk korban gempa di Turki dan Suriah, yang merenggut nyawa puluhan ribu orang.
Muslim percaya melakukan sholat jenazah adalah kewajiban atas mereka, bahkan jika mereka tidak terkait dengan almarhum. Dalam tradisi Islam, ada pahala spiritual dalam mengunjungi orang-orang di kuburan dan mengikuti sholat jenazah.