Akhirnya Ada Kampus Yang Kritisi Pemberian Gelar Guru Besar Kehormatan
Polemik honorary professor bagi non akademisi kampus akhirnya memicu protes sivitas akademik UGM
Rasa hormat yang setinggi-tingginya perlu dianugerahkan kepada Bapak Ibu dosen Universitas Gajah Mada yang secara tegas menolak penyematan gelar honorary professor atau guru besar kehormatan kepada insan non akademik. Sejak diterbitkan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 38 Tahun 2021 sebagai dasar hukum bagi perguruan tinggi untuk mengangkat profesor kehormatan, mayoritas sivitas akademik kampus tak bersuara vokal untuk mengkritisi. Alhasil beberapa pejabat lembaga negara dan tokoh politik dengan bangganya mendapatkan gelar yang bagi para dosen adalah perjuangan yang sangat berat dan melelahkan.
Sebelum ada kebijakan ini, banyak kampus yang memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada para insan non akademis yang dianggap memiliki karya dan prestasi akademik dalam berbagai bidang keilmuan. Pemberian gelar ini sudah sangat mewah sebagai salah satu cara kampus mengapresiasi anak bangsa. Anehnya, Mendikbud Ristek membuka beleid profesor kehormatan yang seakan-akan gelar Dr HC tak cukup memuaskan syahwat gelar akademik beberapa oknum tertentu. Andaikata ada lagi gelar akademik lebih tinggi dari guru besar, mungkin perlu diatur pemberiannya kepada pejabat dan tokoh yang tak berkecimpung di dunia akademik. Sungguh terlalu!
Dalam pemberian Dr HC kepada tokoh tertentu saja masih seringkali menuai perdebatan terkait layak atau tidaknya seseorang menerima gelar tersebut. Apalagi patut diduga beberapa pimpinan perguruan tinggi memberikan gelar Dr HC kepada pejabat dan politisi dengan tujuan mendapatkan keuntungan materi dan non materi, meskipun sangat sulit dibuktikan. Idealnya jika mau hindari fitnah, pemberian gelar Dr HC diberikan kepada mantan pejabat negara, bukan kepada seseorang yang saat ini sedang menjabat. Lebih parah lagi, gelar profesor kehormatan akan menjadi bentuk giveaway model baru kepada tokoh tertentu yang rawan diselewengkan oleh pejabat kampus sebagai bentuk lain dari kolusi dan nepotisme.
Pepatah mengatakan ‘segala sesuatu jika berlimpah akan menjadi murah harganya.’ Gelar profesor akan semakin jatuh wibawanya karena perguruan tinggi memberikannya secara subjektif kepada banyak orang. Sejatinya profesor adalah insan akademik yang terlibat sehari-hari dalam dunia ilmu pengetahuan di perguruan tinggi dengan mengajar, meneliti dan menulis karya ilmiah.
Setiap profesi adalah mulia dan memiliki tingkatan jenjang karir yang dimulai dari bawah hingga tingkat paling tinggi. Dosen sebagai pengajar dan peneliti menapaki jabatan fungsionalnya mulai dari Tenaga Pengajar, Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala hingga Guru Besar. Bagi orang yang tidak menjalani profesi dosen, ada jenjang karir tersendiri yang dijalani hingga mencapai puncaknya. Tak perlu kampus berikan gelar profesor kehormatan kepada profesi selain dosen. Kampus cukup berikan gelar Dr HC sebagai upaya memuliakan insan non akademik.