Pakar Hukum Pidana Sayangkan Hakim PN Jaksel tak Tuntas Ungkap Motif Ferdy Sambo

Jika motif terdakwa tak digali, maka itu bisa jadi ruang terbuka merevisi hukuman.

Republika/Thoudy Badai
Ekspresi terdakwa Ferdy Sambo saat meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Prof Gayus Lumbuun menegaskan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J diyakini tidak begitu saja terjadi. Pasti ada hal yang melatarbelakangi tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.

“Sayangnya, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak mengungkap tuntas apa di balik terjadinya pembunuhan tersebut,” ujar Prof Gayus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/2/2023).

Mantan Hakim Agung RI tersebut menilai ada dua elemen penting untuk mengukur sebuah peristiwa hukum, termasuk peristiwa kejahatan yang disebut perencanaan, yakni niat dan motif. “Itu yang harus digali.”

Sebab, lanjut Prof Gayus, kedua elemen itu menjadi prinsip sebelum hakim memvonis terdakwa. "Jangan hanya dilihat peristiwa pembunuhannya saja. Karena itu bukan perkara yang berdiri sendiri, melainkan ada penyebab (motif) di belakangnya,” tegasnya.

Dalam paparan saat pembacaan putusan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengatakan ketika di Magelang, Kuat Ma’ruf sempat mengejar Brigadir J dengan sebilah pisau. Juga Richard menyembunyikan pistol milik Brigadir J. Gayus menyatakan, ini harus diungkap, apa sebenarnya yang terjadi di Magelang. Ada peristiwa atau mungkin keributankah yang terjadi di sana? Kalau benar ada keributan, gara-gara apa?

Menurut Prof Gayus, jika jaksa tidak mampu mengungkap kronologis kasus secara lengkap, maka tentu hakim akan kesulitan dalam memberikan putusan. Sehingga peristiwa di Magelang tidak bisa diabaikan karena itu ada runtutan dengan peristiwa di Saguling.

Oleh karenanya, sambung Prof Gayus, motif dari terjadinya sebuah pembunuhan berencana itu harus digali dan diungkap secara mendalam. Jika tidak bisa diungkap, itu akan menjadi ruang yang terbuka lebar untuk merevisi hukuman pada pengadilan tingkat lanjutan, seperti di Mahkamah Agung (MA).

Prof Gayus memandang bahwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J tidak berdiri sendiri. Sebab, tidak mungkin tanpa sebab apa-apa, seseorang mau membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain. “Tidak ada perbuatan pidana tanpa kesalahan. Pasti ada penyebab seseorang melakukan tindak pidana,” katanya.

Karena itu, sekali lagi, Prof Gayus mengingatkan bahwa motif menjadi elemen yang penting pada suatu perbuatan yang melanggar hukum. Ia menjelaskan pada kasus pelanggaran hukum (tindak pidana) ada dua jenis kesalahan, yakni pertama apabila perbuatan pidana dilakukan secara sadar atau direncanakan. Ini disebut dengan dolus atau opzet als zeker yang artinya, kesengajaan dalam melakukan tindak pidana. Asas ini bisa dipidana.

Kedua, apabila perbuatan pidana dilakukan tanpa disengaja atau lalai (culpa), bisa diartikan sebagai bentuk ketidakhati-hatian yang menimbulkan kematian orang lain. Ini tidak bisa dipidana.

Pada opzet als zeker, kata Prof Gayus, haruslah dibuktikan motifnya secara keseluruhan. Jadi, harus diungkap secara jelas. Sementara pada culpa tidak perlu dibuktikan.

"Kembali pada kasus Ferdy Sambo dkk, apakah ini termasuk opzet als zeker atau culpa. Jelas sekali, ini termasuk dolus karena itu motifnya harus diungkap,” pesan Prof Gayus.

Prof Gayus berharap, masyarakat cerdas melihat perkara ini. Tidak perlu terbawa emosi dalam melihat perkara ini sehingga melihatnya hanya yang penting pelaku sudah divonis dihukum mati dan sebagainya. “Dari sisi hukum tidak bisa begitu,” kata Gayus mengingatkan.

Prof Gayus juga meminta hakim bisa menyampaikan ke publik terkait pertimbangan hukum yang didasarkan pada kebenaran yuridis, sosiologis, dan filosofis. Intinya, lanjut dia, motif harus dikupas dan didalami demi keadilan. Bila tidak, maka punya potensi kembali diadili di tingkat judex juris. "Pastinya harus dipahami tidak ada akibat tanpa sebab. Kalau sudah hukuman 20 tahun ke atas, apalagi pada persoalan yang pelik seperti kasus Ferdy Sambo ini perlu pemeriksaan yang lengkap (substansial)."

Prof Gayus mengingatkan, hal-hal yang disampaikan oleh hakim kepada publik haruslah lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan. Adanya niat dan motif tidak boleh diabaikan bahkan merupakan elemen penting. "Artinya motif dan niat adalah bagian dari delik yang tidak boleh dikesampingkan. Salah satunya untuk membuat seseorang harus bertanggung jawab atas kejahatan yang diperbuatnya,” ujar dia menegaskan.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler