Isra Miraj, Perjalanan Malam Nabi Muhammad yang Menakjubkan
Isra Miraj merupakan mukjizat perjalanan Nabi Muhammad.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peristiwa Isra dan Miraj merupakan mukjizat perjalanan malam Nabi Muhammad ﷺ yang terjadi dalam satu malam saja. Perjalanan ajaib ini ditandai sebagai tonggak penting dalam kalender Islam.
Dilansir dari laman MuslimSg pada Ahad (19/2/2023), Perjalanan al-Isra dan al-Miraj terdiri dari perjalanan dari Makkah ke Baitul Maqdis (Yerusalem), yang dikenal dengan al-Isra, dan kenaikan dari Baitul Maqdis ke Surga, yang dikenal dengan al-Miraj.
Perjalanan ajaib ini diyakini sebagai perjalanan jasmani dan rohani yang Rasulullah ﷺ pernah alami, dan tak terbayangkan pada masanya. Meskipun tidak ada kesepakatan bulat antara para sarjana dan sejarawan Muslim tentang tanggal pasti peristiwa ini terjadi, diyakini secara luas bahwa peristiwa ini terjadi pada 27 Rajab, lebih dari setahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah.
Isra dan Miraj memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan orang beriman. Saat itu berfungsi sebagai tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta\'ala dan keagungan-Nya. Peristiwa tersebut dikenal sebagai peristiwa yang ajaib karena sekaligus meneguhkan kenabian Rasulullah ﷺ di luar pemahaman manusia. Itu merupakan periode di mana perjalanan dari Makkah ke Yerusalem biasanya memakan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan.
Kenyataannya, tidak ada manusia lain yang terbukti telah pergi jauh dan melampaui alam semesta yang dikenal. Bagi Rasulullah ﷺ melakukan perjalanan dari Makkah ke Yerusalem dalam satu malam dan ke Surga, serta kemudian kembali dalam satu malam adalah di luar pemahaman manusia. Karena itu menjadi ujian keimanan bagi para pengikut Rasulullah ﷺ dan tampilan kekuasaan Allah dan keagungan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan perjalanan ini dalam ayat Alquran berikut:
سُبحانَ الَّذي أَسرىٰ بِعَبدِهِ لَيلًا مِنَ المَسجِدِ الحَرامِ إِلَى المَسجِدِ الأَقصَى الَّذي بارَكنا حَولَهُ لِنُرِيَهُ مِن آياتِنا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّميعُ البَصيرُ
\"Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS Al-Isra ayat 1)
Penting untuk memahami keadaan dan latar belakang yang menyebabkan terjadinya Isra dan Mi’raj. Episode tersebut terjadi pada saat Nabi Muhammad ﷺ dihadapkan pada cobaan dan kesengsaraan. Emosinya diuji dengan meninggalnya dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Itu adalah tahun yang dikenal sebagai ‘Am al-Huzun atau Tahun Kesedihan.
Pamannya, Abu Thalib yang merupakan pendukung dan walinya yang gigih ketika dia masih muda, telah meninggal dunia. Istri tercintanya, Khadijah radhiyallahu anha yang menjadi tumpuan hidupnya, penghibur mata dan hatinya, juga telah pergi di tahun yang sama.
Nabi Muhammad ﷺ terus mengabdi kepada Rabb dengan melayani umat manusia dan tekun dalam menyampaikan pesan Kebenaran. Ditolak oleh suku Quraisy, Rasulullah ﷺ pergi ke luar Makkah ke Kota Taif dengan harapan yang mendalam agar orang-orang di sana lebih terbuka untuk mendengarkan dan menyambut pesannya.
Namun, dia tidak hanya ditolak oleh orang-orang Ta\'if tetapi dia juga dihina dan diserang. Batu dilemparkan ke arahnya yang membuatnya terluka. Disakiti secara fisik dan ditolak secara emosional, seorang malaikat dikirim ke Rasulullah ﷺ menanyakan apakah dia ingin Orang Ta'if dihancurkan karena tindakan kekerasan mereka terhadap Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Sebagai Nabi Pengasih dan Penyayang, Rasulullah ﷺ memaafkan mereka. Dia berdoa tidak hanya untuk mereka tetapi juga untuk generasi Ta'if yang akan datang agar berada di antara mereka yang akan menerima risalah-Nya dan berada di antara orang-orang yang beriman.
Dengan latar belakang inilah Rasulullah ﷺ dikaruniai oleh Yang Maha Penyayang dengan karunia khusus untuk melakukan perjalanan ajaib ini. Itu adalah hikmah bagi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang sedang menghadapi kesulitan berat dan telah melalui cobaan dan tantangan. Sejujurnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak meninggalkan hamba-Nya, apalagi kekasih-Nya, Rasulullah ﷺ.