Partai Buruh Korut Desak Negara tidak Terima Bantuan dari Negara Imperialis
Korut telah menderita kekurangan pangan dalam beberapa tahun terakhir.
REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) dilaporkan mengalami kekurangan pasokan pangan. Namun Pemerintah Korea Utara tetap bertahan untuk mengedepankan kemandirian ekonomi meskipun menghadapi kesulitan di tengah sanksi internasional dan penguncian virus korona.
Korea Utara telah menderita kekurangan pangan dalam beberapa tahun terakhir. Negara yang terisolasi ini juga menghadapi krisi akibat banjir dan topan, serta sanksi internasional yang ditujukan untuk mengekang program nuklir dan misilnya.
Pyongyang juga menghadapi pemotongan tajam dalam perdagangan dengan Cina karena penutupan perbatasan dan penguncian Covid-19. Sebagian besar badan PBB dan kelompok bantuan Barat telah meninggalkan Korea Utara, dan Cina tetap menjadi salah satu dari sedikit sumber bantuan pangan eksternal.
Dalam sebuah komentar, surat kabar pemerintah, Rodong Sinmun, Partai Buruh yang berkuasa memperingatkan agar negara tidak menerima bantuan ekonomi dari imperialis yang menggunakan bantuan sebagai perangkap untuk menjarah dan menaklukkan negara penerima dan mengganggu politik internal mereka.
Artikel itu muncul ketika kantor berita Korea Selatan, Yonhap pada Rabu (22/2/2023) melaporkan, sekitar 700 narapidana di tiga penjara pedesaan, termasuk di pusat Kota Kaechon telah meninggal karena kelaparan dan menderita penyakit selama dua tahun terakhir. Laporan Yonhap itu mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.
"Adalah kesalahan mencoba meningkatkan ekonomi dengan menerima dan memakan permen beracun ini," kata komentar di surat kabar Rodong Sinmun.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang menangani urusan antar-Korea, menolak untuk mengomentari laporan tersebut. Tetapi mereka mengatakan, tampaknya telah terjadi peningkatan kematian akibat kelaparan baru-baru ini di beberapa provinsi Korea Utara.
"Produksi pangan turun dari tahun lalu, dan ada kemungkinan masalah distribusi karena perubahan kebijakan pasokan dan distribusi pangan mereka," kata seorang pejabat Kementerian Unifkasi kepada wartawan.
Badan pembangunan pedesaan Korea Selatan pada Desember memperkirakan produksi tanaman Korea Utara mencapai sekitar 4,5 juta ton tahun lalu. Jumlah ini turun 3,8 persen dari 2021. Penurunan produksi pangan ini karena hujan lebat dan kondisi cuaca lainnya.
Menteri Unifikasi Kwon Young-se mengatakan, Pyongyang telah meminta Program Pangan Dunia, untuk memberikan dukungan tetapi tidak ada kemajuan karena perbedaan masalah pemantauan. Sejauh ini Program Pangan Dunia belum menanggapi permintaan komentar.