Tanda Kebodohan Menurut Syekh Ibnu Athaillah dan Teladan Imam Malik

Banyak menjawab pertanyaan tidak mencerminkan kepintaran tapi kebodohan

Dok Ponpes Darul Akhyar Parungbingung
Ilustrasi belajar. Banyak menjawab pertanyaan tidak mencerminkan kepintaran tapi kebodohan
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan tanda kebodohan seseorang. Di antaranya adalah selalu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dan menyebutkan semua yang diketahuinya.

Baca Juga


  مَنْ رَأَيْتَهُ مُجِيبًا عَنْ كُلِّ مَا سُئِلَ ، وَمُعَبِّرًا عَنْ كُلِّ مَا شَهِدَ ، وَذَاكِرًا كُلَّ مَا عَلِمَ ، فَاسْتَدِلَّ بِذَلِكَ عَلَى وُجُودِ جَهْلِهِ 

"Jika kamu melihat seseorang yang menjawab setiap pertanyaan yang diungkapkan kepadanya, menjawab segala sesuatu yang dilihatnya, dan menyebutkan semua yang diketahuinya, maka itu adalah bukti kebodohannya." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam)

Jika kamu melihat seseorang menjawab setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya, maka ketahuilah bahwa itu adalah tanda kebodohannya. 

Tidak mungkin seorang manusia mengetahui segala sesuatu. Sebab, terkadang seseorang malu terhadap orang banyak jika menjawab pertanyaan dengan kata-kata, "Tidak tahu." Bagaimanapun, hanya Allah SWT Dzat Yang Mahamengetahui. Coba kamu bayangkan, ketika lmam Malik didatangi oleh seorang penduduk Baghdad untuk menanyakan empat puluh permasalahan. 

Saat itu, lmam Malik hanya mampu menjawab tiga pertanyaan, sedangkan pertanyaan lainnya tidak bisa dijawab. Orang yang bertanya tersebut sempat marah karena ia jauh-jauh datang dari Baghdad dengan membawa empat puluh permasalahan penting yang ditunggu jawabannya oleh kaumnya. Namun, jawaban yang diberikan Imam Malik hanya "Tidak tahu." 

Imam Malik menjawab pertanyaannya seraya berkata, "Pulanglah kepada kaummu dan katakan bahwa Imam Malik tidak mengetahui jawabannya." 

Bayangkan, bagaimana seorang Imam Malik menunjukkan kelemahannya di hadapan manusia. Jika tidak tahu maka ia akan mengatakan tidak tahu. Jika tahu maka ia akan menjawabnya dengan gamblang. 

Sekarang, bandingkan dengan diri kita. Apakah kita sudah mampu menyamai keilmuan Imam Malik ataupun imam-imam lainnya? 

Begitu juga halnya jika kamu melihat seseorang mengungkapkan semua yang dilihat. Maka, semua itu adakah tanda dari kebodohannya. 

Sebagaimana kamu ketahui, segala sesuatu itu tidak bisa dibahasakan dengan lisan secara keseluruhan karena memiliki kehebatan dan kedahsyatan tersendiri. 

Misalnya, ketika kamu melihat Allah SWT di akhirat kelak, kamu tidak akan mampu menggambarkannya dengan kata-kata, karena tidak ada kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan-Nya.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Seseorang yang selalu mengungkapkan sesuatu yang diketahui maka itu juga merupakan tanda kebodohan. Tidak semua orang layak menerima sesuatu yang kita ketahui. 

Lihatlah terlebih dahulu kemampuan akal dan pemahamannya. Bisa jadi, sesuatu yang kamu sampaikan tidak layak diterima oleh seseorang, sehingga justru akan menjadi fitnah.

Ali bin Abi Thalib berkata, "Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadar akal mereka." 

Berbicaralah dengan orang awam tentang masalah-masalah yang sederhana dan mudah dipahami. Jika kamu bicara dengan mahasiswa atau intelektual, tentu mereka bisa memahami kata-kata berat yang kamu sampaikan, karena mereka sudah terbiasa menghadapi kata-kata tersebut. 

Orang yang pintar selalu berpikir terlebih dahulu sebelum mengungkapkan isi kepalanya. Ia melihat keadaan di sekitarnya, keadaan orang yang akan diajaknya berbicara. Itu adalah hikmah dan kebijaksanaan dalam pengajaran. 

Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh penyusun syarah dan penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.     

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler