Hipertensi, Kenali 5 Jenisnya dan Cara Terbaik Mengelolanya
Hipertensi disebut sebagai silent killer karena sering terjadi tanpa gejala.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hipertensi kerap kali terjadi tanpa ada gejala dan dikenal sebagai silent killer. Hipertensi terjadi ketika tekanan darah Anda mendorong dinding pembuluh darah tetap tinggi secara konsisten.
Akibatnya, jantung dan pembuluh darah harus bekerja ekstra keras untuk memompa darah. Seiring waktu, ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan di dalam arteri. Pada akhirnya dapat menempatkan seseorang pada risiko serangan jantung dan strok.
Tekanan darah yang meningkat secara kronis di arteri sistemik di atas 140 mmHg disebut hipertensi atau hipertensi arteri sistemik. Namun, Pedoman Indian Guideline of Hypertension IV (IGH IV) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik (SBP) 140 mmHg dan/atau diastolik tekanan darah (DBP) 90 mmHg.
"Pedoman ACC/AHA telah mengubah kisaran menjadi 130/80," kata ahli diabetes dan presiden Research Society for the Study of Diabetes (RSSDI) di India, dr BM Makkar.
Dia menjelaskan lima jenis hipertensi dan cara mengelolanya, dilansir Hindustan Times, Selasa (21/2/2023):
1. Hipertensi primer
Biasanya tanpa gejala dan diidentifikasi dengan pemeriksaan tekanan darah rutin atau skrining komunitas. Menurut Pedoman Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India, pasien dengan faktor risiko seperti obesitas, diabetes melitus, riwayat penyakit kardiovaskular, individu berusia di atas 60 tahun, dan perokok harus menjalani pemeriksaan rutin.
2. Hipertensi sekunder
Diagnosis sekunder bisa dilihat dari kondisi seperti apnea tidur obstruktif, aldosteronisme, hipertensi renovaskular, dan penyakit ginjal (OSA). Sekitar 5-10 persen kasus hipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi sekunder saat dua hingga tiga persen akan menjadi hipertensi renoparenkim dan satu hingga dua persen akan menjadi renovaskular.
3. Hipertensi gestasional
Ini adalah kondisi yang memengaruhi wanita hamil dan meningkatkan risiko kematian ibu serta cacat janin. Hipertensi gestasional dapat terjadi dengan atau tanpa diagnosis preeklampsia.
4. Hipertensi jas putih
Dikenal sebagai hipertensi klinik terisolasi, hipertensi ini ditandai dengan peningkatan pembacaan tekanan darah di rumah sakit, tetapi hasil normal di luar rumah sakit. Diagnosis hipertensi jas putih diindikasikan menggunakan pemantauan tekanan darah rawat jalan.
5. Hipertensi resisten
Ketika tiga atau lebih obat antihipertensi, termasuk diuretik gagal mengendalikan hipertensi pasien meskipun sudah diobati, mereka bisa didiagnosis hipertensi resisten. Ini berdampak pada 10 persen orang dan terkait dengan risiko tinggi penyakit kardiovaskular, kerusakan organ akhir, dan semua penyebab kematian.
Oleh karena itu, ada beberapa cara mengelola sesuai dengan tips dari Makkar:
1. Angiotensin receptor blockers (ARB) dapat digunakan sendiri atau bersama dengan Calcium channel blockers (ARB) untuk menurunkan tekanan darah pada penderita diabetes.
2. Terapi kombinasi ARB dan CCB disarankan untuk pengobatan pasien hipertensi guna meningkatkan kontrol tekanan darah, menurunkan risiko masalah, dan meningkatkan kepatuhan pasien.
3. Terapi kombinasi harus direkomendasikan pada pasien dengan risiko kardiovaskular, gangguan ginjal, atau gangguan serebrovaskular untuk menurunkan angka kematian pasien.
4. Pemantauan kadar elektrolit, kalium serum, dan kadar kreatinin, serta evaluasi fungsi ginjal secara rutin disarankan untuk pasien dengan diabetes hipertensi.
5. Untuk perlindungan ginjal dan kardiovaskular pada orang di bawah 60 tahun, disarankan untuk menjaga tingkat tekanan darah di bawah 130/80 mmHg pada pasien gagal ginjal kronis.