Anak-Anak Seolah Kehilangan Film Sesuai Usia, Ustadz Erick Yusuf Gagas Kun Ana Wa Anta

Kun Ana Wa Anta tayang mulai 9 Maret di bioskop.

Republika/Santi Sopia
Ustadz Erick Yusuf menjadi produser film Kun Ana Wa Anta yang akan rilis 9 Maret di bioskop.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah perkembangan industri perfilman Indonesia, film anak dinilai masih kurang hingga anak seakan kehilangan tontonan yang sesuai bagi usia mereka. Ustadz Erick Yusuf menjadi produser eksekutif film Kun Ana Wa Anta menyebut anak-anak perlu tontonan yang memang menggambarkan pengalaman di fase usia mereka.

"Banyak film superhero sebenarnya film dewasa, jadi anak seolah kehilangan film sesuai," kata ustadz Erick dalam peluncuran film Kun Ana Wa Anta di Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Menurut ustadz Erick, anak harus mengenal film yang layak bagi mereka, yakni menggembirakan, seputar petualangan, dan menumbuhkan sifat baik. Sebagai Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Islam di Majelis Ulama Indonesia (MUI), ustadz Erick melihat bahwa seni seakan ditinggalkan umat Islam.

Menurut ustadz Erick, tugasnya sekarang ialah membangkitkan dakwah lewat budaya dan seni yang tentunya islami. Ia merujuk ke kiprah Wali Songo yang kerap berdakwah dengan seni.

"Beberapa tahun ke belakang, kita kehilangan film anak seakan diberangus film dewasa, bahkan dimasukan karakter lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT), banyak film yang tidak bagus. Jadi saya ada usulan bikin film ini," kata dia.

Ustadz Erick juga menyebut MUI pasti akan mendukung karya apa pun yang memang bagus. Kun Ana Wa Anta juga tidak hanya khusus menggambarkan umat Islam karena memuat nilai-nilai universal sehingga bisa ditonton semua orang.

Sebagai contoh, di dalamnya terdapat karakter-karakter non-Muslim. Perbedaan itu tidak menjadikan setiap karakter saling bermusuhan melainkan melengkapi satu sama lain.

Baca Juga


Kun Ana Wa Anta dibintangi Muzaki Ramdhan, Abe Moor, Balgis Balfas, Kayla Haryo, Austyn Senduk, Nadira Octova, Mario Irwinsyah, Donny Alamsyah, Andy Boim, dan Mathias Muchus. Latar film diambil di sebuah pondok dekat konservasi hewan di tatar Sunda, Jawa Barat.

Salah satu konflik yang ditunjukan ialah tentang pencurian satwa langka yang dilindungi. Film diproduksi oleh DNA Production dan Happening dengan Rina Novita sebagai produser dan Rully Manna selaku sutradara.

Film ini menceritakan tentang nilai-nilai persahabatan, budi pekerti, cinta lingkungan hidup dan toleransi. Mereka juga merupakan tim di balik produksi series Kun Anta. Sutradara maupun produsernya sudah terbiasa menangani proyek yang melibatkan anak-anak.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler