Ketika KH Ali Yafie Menyimpulkan Pengajian Gus Dur, Cak Nur, dan Quraish Shihab
Kiai Ali Yafie juga ulama yang punya sikap pada setiap persoalan yang muncul.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia periode 2015-2020 Jimly Asshiddiqie mengenang almarhum KH Ali Yafie sebagai sosok yang memiliki pemikiran hebat. Bahkan, nama-nama besar seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan M Quraish Shihab, sampai berguru kepadanya.
"Kita bisa lihat betapa hebatnya Gus Dur, Cak Nur, dan Quraish Shihab, tetapi mereka bertiga berguru ke Kiai Ali Yafie," kata ketua Mahkamah Konstitusi pertama itu, saat ditemui Republika usai menghadiri pemakaman KH Ali Yafie di TPU Tanah Kusir Bintaro, Ahad (26/2/2023).
Jimly menceritakan, di tahun 1980-an hingga 1990-an, ada tradisi mengadakan pengajian minimal empat kali selama bulan suci Ramadhan. Pengajian ini digelar setelah sholat Tarawih sampai Subuh, pada setiap malam Ahad.
"Tokoh-tokoh yang bicara itu sekelas Quraish Shihab, Cak Nur, dan Gus Dur. Tetapi yang membuat kesimpulan akhir, menutup dan membuat ringkasan akhir itu adalah KH Ali Yafie. Semuanya tunduk," jelasnya.
"Itu hebatnya pemikiran beliau. Beliau tidak hanya menguasai Alquran dan Hadits, tetapi juga ilmu tasawuf, ilmu ushul fiqih, ilmu musthalah hadits. Ilmu-ilmu agama itu beliau mendalami sekali. Orang-orang seperti Cak Nur, Gus Dur, dan Quraish Shihab itu sangat mengagumi beliau. Dari segi pemikiran, Kiai Ali Yafie sangat hebat," tambahnya.
Selain itu, menurut Jimly, Kiai Ali Yafie juga ulama yang punya sikap pada setiap persoalan yang muncul. Misalnya, waktu Gus Dur menjadi presiden, KH Ali Yafie mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum MUI, karena tidak setuju jika MUI harus berhadapan dengan pemerintah.
"Maka, beliau dengan baik-baik mengundurkan diri. Kami bujuk supaya kembali ke MUI tetapi beliau tidak mau," tuturnya.
Persoalan lainnya yaitu terkait Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) yang dimunculkan pemerintah kala itu. Kiai Ali Yafie dengan tegas menolak itu. Dalam perkara lain, ketika pemerintah mengeluarkan program Keluarga Berencana (KB), Kiai Ali Yafie memberikan dukungannya.
"Beliau itu berpihak pada kebenaran. Ini sikap batin. Tegas dan punya sikap. Sewaktu SDSB, beliau punya sikap tidak setuju. Namun untuk persoalan lain, pada program KB, beliau punya sikap mendukung pemerintah.
Jimly juga bercerita soal dirinya yang sempat membantu penyelesaian waris KH Abdullah Syafi'i, ulama sekaligus tokoh Betawi. Namun, Kiai Abdullah Syafi'i meminta Jimly agar dalam penyelesaian waris itu berkonsultasi dengan Kiai Ali Yafie. Jimly dan Kiai Ali Yafie pun bertemu untuk berdiskusi.
"Jadi kita bagi dua, ada warisan mazhaban dan warisan nashaban. Waris perjuangan dan waris keluarga. Ini sekitar tahun 1980-an," paparnya.
Kenangan Jimly berlanjut ketika Kiai Ali Yafie memberikan dukungan atas berdirinya Bank Muamalat. Saat itu Kiai Ali Yafie adalah salah satu wakil ketua MUI, di bawah kepemimpinan KH Hasan Basri. Sedangkan ketika itu, pada 1989, Jimly ikut mengetuai panitia untuk penyiapan pendirian Bank Muamalat.
Saat itu NU dipimpin oleh Gus Dur, yang menolak berdirinya Bank Muamalat karena menganggap tidak perlu ada bank syariah. Menteri Agama saat itu, kata dia, juga tidak setuju. Namun lambat-laun, bank tersebut berdiri dengan dukungan Presiden Soeharto pada 1991.
"Sesudahnya, di lingkungan NU, karena peranan beliau (Kiai Ali Yafie) waktu itu, yang diangkat menjadi Rais 'Aam, sehingga NU memberi dukungan untuk Bank Muamalat. Kiai Ali Yafie mendukung sesudah Munas di Lampung itu. Ini jasa beliau," tuturnya.